RSS

SISTEM PERADILAN INDONESIA

06 Mar

A. Mahkamah Agung vs Mahkamah Konstitusi

Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan ketentuan tersebut, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi memiliki kedudukan yang setara.

1. Mahkamah Agung

Berdasarkan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Hakim (UU No 48/2009), Mahkamah Agung berwenang:
a. mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain;
b. menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan
c. kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang
Contoh kewenangan lain yang diberikan undang-undang adalah memproses peninjauan kembali.

2. Mahkamah Konstitusi

Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UU No 48/2009, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memutus pembubaran partai politik;
d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; dan
e. kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang.

Selain kewenangan di atas, Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

B. Lingkungan Peradilan di Indonesia

Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung adalah:

1. Lingkungan Peradilan Umum

Kedudukan Peradilan

Berdasarkan Pasal 3 dan 4 UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 49 Tahun 2009, selanjutnya disebut UU Peradilan Umum, Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Umum dilaksanakan oleh:
a. Pengadilan Negeri, berkedudukan di Kotamadya atau di ibu kota Kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kotamadya atau Kabupaten.
b. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibu kota Propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi.

Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Umum berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.

Kekuasaan Pengadilan

Berdasarkan Pasal 50 dan 51 UU Peradilan Umum, kekuasaan pengadilan adalah sebagai berikut:
a. Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.
b. Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang:
1) mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding.
2) mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.

Pengadilan Khusus di Lingkungan Peradilan Umum

Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU Peradilan Umum, Di lingkungan peradilan umum dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan undang-undang.

a. Pengadilan Niaga

hingga saat ini Pengadilan Niaga berwenang menangani perkara-perkara sebagai berikut:

1) Kepailitan dan PKPU, serta hal-hal yang berkaitan dengannya, termasuk kasus-kasus actio pauliana dan prosedur renvoi tanpa memperhatikan apakah pembuktiannya sederhana atau tidak (lihat UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang);

2) Hak kekayaan intelektual:
– Desain Industri (lihat UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri);
– Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (lihat UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu);
– Paten (lihat UU No. 14 Tahun 2001tentang Paten);
– Merek (lihat UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek)
– Hak Cipta (lihat UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta).

3) Lembaga Penjamin Simpanan (lihat UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan):
– Sengketa dalam proses likuidasi:
– Tuntutan pembatalan segala perbuatan hukum bank yang mengakibatkan berkurangnya aset atau bertambahnya kewajiban bank, yang dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum pencabutan izin usaha.

b. Pengadilan Anak

Diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

c. Pengadilan HAM

Diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia.

d. Pengadilan Khusus Tipikor

Diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara:
1) tindak pidana korupsi;
2) tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/atau
3) tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.

e. Peradilan Hub Industrial

Diatur dalam Pasal 1 angka 17 UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
“Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.”

f. Pengadilan Perikanan

Diatur dalam Pasal 71 ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Berdasarkan Pasal 71A UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
“Pengadilan perikanan berwenang memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, baik yang dilakukan oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing.”

2. Lingkungan Peradilan Agama

Berdasarkan Pasal 49 UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama s.t.d.t.d. UU Nomor 50 Tahun 2009
“Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan; waris; wasiat; hibah; wakaf; zakat; infaq; shadaqah; dan ekonomi syari’ah.”

3. Lingkungan Peradilan TUN

Berdasarkan Pasal 47 UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara s.t.d.t.d. UU Nomor UU Nomor 51 Tahun 2009
“Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara”

Pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan TUN adalah Pengadilan Pajak (UU No 14/2002). Terkait dengan pengadilan pajak, dalam ketentuan Pasal 27 Undang – Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ditegaskan dimana Pengadilan Pajak merupakan bagian dari Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)

4. Lingkungan Peradilan Militer

Diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer

C. Komponen Sistem Peradilan Indonesia

Komponen sistem peradilan Indonesia adalah:

  1. Kepolisian (UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia)
  2. Kejaksaan (UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia)
  3. Hakim
  4. Advokat (UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat)

D. Sistem Hukum Indonesia

Indonesia menganut sistem hukum eropa continental (civil law system) berbeda dengan sistem hukum anglo saxon (common law system)

Ciri atau karakteristik dari sistem Civil Law adalah:

  1. Adanya sistem kodifikasi
  2. Hakim tidak terikat dengan preseden atau doktrin stare decicis, sehingga undang-undang menjadi rujukan hukumnya yang utama
  3. Sistem peradilannya bersifat inkuisitorial

Ciri atau karakteristik dari sistem Common Law adalah:

  1. Yurisprudensi sebagai sumber hukum utama
  2. Dianutnya Doktrin Stare Decicis/Sistem Preseden
  3. Adversary System dalam proses peradilan
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 6 Maret 2021 inci Hukum

 

Tinggalkan komentar