RSS

Arsip Kategori: Pajak Kabupaten/Kota

Pajak atas Makanan dan/atau Minuman

A. Definisi:

Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT)adalah Pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu. Barang dan Jasa Tertentu adalah barang dan jasa tertentu yang dijual dan/atau diserahkan kepada konsumen akhir.

Objek PBJT merupakan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu yang meliputi: Makanan dan/atau Minuman.

Makanan dan/atau Minuman adalah makanan dan/atau minuman yang disediakan, dijual dan/atau diserahkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, atau melalui pesanan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyediaan layanan makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran.

B. Objek Pajak

Objek Pajak atas Makanan dan/atau Minuman adalah Penjualan dan/atau penyerahan makanan dan/atau minuman meliputi makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh:

1. Restoran yang paling sedikit menyediakan layanan penyajian Makanan dan/atau Minuman berupa meja, kursi, dan/atau peralatan makan dan minum;

2. penyedia jasa boga atau katering yang melakukan:

a. proses penyediaan bahan baku dan bahan setengah jadi, pembuatan, penyimpanan, serta penyajian berdasarkan pesanan;

b. penyajian di lokasi yang diinginkan oleh pemesan dan berbeda dengan lokasi dimana proses pembuatan dan penyimpanan dilakukan; dan

c. penyajian dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya.

Terdapat pengecualian dalam objek PBJT adalah penyerahan Makanan dan/atau Minuman:

  1. dengan peredaran usaha tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dalam Perda;
  2. dilakukan oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual Makanan dan/atau Minuman;
  3. dilakukan oleh pabrik Makanan dan/atau Minuman; atau
  4. disediakan oleh penyedia fasilitas yang kegiatan usaha utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat (lounge) pada bandar udara

C. Subjek Pajak

Subjek PBJT adalah konsumen barang dan jasa tertentu.

Wajib PBJT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu.

D.Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan PBJT adalah jumlah yang dibayarkan oleh konsumen barang atau jasa tertentu.

Dalam hal tidak terdapat pembayaran, dasar pengenaan PBJT dihitung berdasarkan harga jual barang dan jasa sejenis yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan.

E. Tarif Pajak

Tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen. Tarif PBJT ditetapkan dengan Perda.

F. Perhitungan

Cara perhitungan Pajak atas Makanan dan/atau Minuman adalah:

  1. Besaran pokok PBJT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBJT dengan tarif PBJT.
  2. PBJT yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan.
  3. Saat terutangnya PBJT dihitung sejak saat pembayaran/penyerahan/konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan

G. PERDA Kota Yogyakarta No 10 Tahun 2023

Yang dikecualikan dari objek PBJT yaitu penyerahan Makanan dan/atau Minuman dengan peredaran usaha tidak melebihi Rp7.000.000,00 (tujuh juta rupiah) setiap bulan selama tidak memungut PBJT. Dalam hal Wajib Pajak dengan peredaran usaha tidak melebihi Rp7.000.000,00 (tujuh juta rupiah) setiap bulan telah memungut PBJT atas Makanan dan/atau Minuman, maka Wajib Pajak menyetorkan pungutan PBJT.

 
 

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

A. Definisi

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah Pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.

Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.

B. Objek Pajak

Objek BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan meliputi:

Pertama, pemindahan hak karena: jual beli; tukar-menukar; hibah; hibah wasiat; waris; pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain; pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan; penunjukan pembeli dalam lelang; pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap; penggabungan usaha; peleburan usaha; pemekaran usaha; atau hadiah.

Kedua, pemberian hak baru karena: kelanjutan pelepasan hak; atau di luar pelepasan hak.

Hak atas Tanah dan/atau Bangunan meliputi:

  1. hak milik;
  2. hak guna usaha;
  3. hak guna bangunan;
  4. hak pakai;
  5. hak milik atas satuan rumah susun; dan
  6. hak pengelolaan.

Terdapat pengecualian dalam objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan:

  1. untuk kantor Pemerintah, Pemerintahan Daerah, penyelenggara negara dan lembaga negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik Daerah;
  2. oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
  3. untuk badan atau perwakilan lembaga internasional dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan lembaga tersebut yang diatur dengan Peraturan Menteri;
  4. untuk perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
  5. oleh orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
  6. oleh orang pribadi atau Badan karena wakaf;
  7. oleh orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah; dan
  8. untuk masyarakat berpenghasilan rendah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

C. Subjek Pajak

Subjek Pajak dan Wajib Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.

D. Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan BPHTB adalah nilai perolehan objek pajak.

Nilai perolehan objek pajak ditetapkan sebagai berikut:

  1. harga transaksi untuk jual beli;
  2. nilai pasar untuk tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak, penggabungan usaha; peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah; dan
  3. harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang untuk penunjukan pembeli dalam lelang.

Dalam hal nilai perolehan objek pajak tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang digunakan adalah NJOP pada tahun terjadinya perolehan.

Dalam menentukan besaran BPHTB terutang, Pemerintah Daerah menetapkan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak sebagai pengurang dasar pengenaan BPHTB. Besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak ditetapkan paling sedikit sebesar Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) untuk perolehan hak pertama Wajib Pajak di wilayah Daerah tempat terutangnya BPHTB. Nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Atas perolehan hak karena hibah wasiat atau waris tertentu, Pemerintah Daerah dapat menetapkan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak yang lebih tinggi daripada nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak.

E. Tarif Pajak

Tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen). Tarif BPHTB ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

F. Perhitungan

Besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan BPHTB setelah dikurangi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak, dengan tarif BPHTB.

BPHTB yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat tanah dan/atau bangunan berada.

Saat terutangnya BPHTB ditetapkan:

  1. pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya perjanjian pengikatan jual beli untuk jual beli;
  2. pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta untuk tukar menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan/atau hadiah;
  3. pada tanggal penerima waris atau yang diberi kuasa oleh penerima waris mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan untuk waris;
  4. pada tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap untuk putusan hakim;
  5. pada tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak untuk pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak;
  6. pada tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak untuk pemberian hak baru di luar pelepasan hak; atau
  7. pada tanggal penunjukan pemenang lelang untuk lelang.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 6 Januari 2024 inci Pajak Kabupaten/Kota

 

Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terbagi menjadi 2, yaitu:

pertama, PBB sektor perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota;

kedua, PBB sektor perkebunan, sektor perhutanan, sektor pertambangan minyak dan gas bumi, sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, PBB sektor pertambangan mineral atau batubara, dan PBB sektor lainnya (PBB-P5L) yang dikelola oleh pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan.

A. Definisi

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan.

Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap di atas permukaan bumi dan di bawah permukaan bumi.

B. Objek Pajak

Objek PBB-P2 adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Dimaksud dengan bumi termasuk permukaan bumi hasil kegiatan reklamasi atau pengurukan.

Terdapat pengecualian dalam Objek PBB-P2 adalah kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan atas:

a. bumi dan/atau bangunan kantor Pemerintah, kantor Pemerintahan Daerah, dan kantor penyelenggara negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik Daerah;

b. bumi dan/atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang keagamaan, panti sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;

c. bumi dan/atau bangunan yang semata-mata digunakan untuk tempat makam (kuburan), peninggalan purbakala, atau yang sejenis;

d. bumi yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;

e. bumi dan/atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

f. bumi dan/atau bangunan yang digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri;

g. bumi dan/atau bangunan untuk jalur kereta api, moda raya terpadu (Mass Rapid Transit), lintas raya terpadu (Light Rail Transit), atau yang sejenis;

h. bumi dan/atau bangunan tempat tinggal lainnya berdasarkan NJOP tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Daerah; dan

i. bumi dan/atau bangunan yang dipungut pajak bumi dan bangunan oleh Pemerintah.

C. Subjek Pajak

Subjek dan Wajib PBB-P2 adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

D. Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan PBB-P2 adalah Nilai Jual Objek Pajak. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. NJOP ditetapkan berdasarkan proses penilaian PBB-P2.

NJOP Tidak Kena Pajak ditetapkan paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Dalam hal Wajib Pajak memiliki atau menguasai lebih dari satu objek PBB-P2 di satu wilayah kabupaten/kota, NJOP Tidak Kena Pajak hanya diberikan atas salah satu objek PBB-P2 untuk setiap tahun pajak.

NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20% (dua puluh persen) dan paling tinggi 100% (seratus persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOP Tidak Kena Pajak.

NJOP ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Besaran NJOP ditetapkan oleh Kepala Daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian PBB-P2 diatur dengan Peraturan Menteri.

E. Tarif Pajak

Tarif PBB-P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5% (nol koma lima persen). Tarif PBB-P2 yang berupa lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan lebih rendah daripada tarif untuk lahan lainnya. Tarif PBB-P2 ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

F. Perhitungan

Besaran pokok PBB-P2 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBB-P2 dengan tarif PBB-P2.

Tahun pajak PBB-P2 adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender. Saat yang menentukan untuk menghitung PBB-P2 yang terutang adalah menurut keadaan objek PBB-P2 pada tanggal 1 Januari. Tempat PBB-P2 yang terutang adalah di wilayah Daerah yang meliputi letak objek PBB-P2

G. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2023

NJOP tidak kena Pajak ditetapkan sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.

Tarif PBB:

a. 0,05% (nol koma nol lima persen) untuk NJOP sampai dengan Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);

b. 0,07% (nol koma nol tujuh persen) untuk NJOP di atas Rp2.000.000.000,00(dua miliar rupiah) sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);

c. 0,12% (nol koma satu dua persen) untuk NJOP di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

d. 0,25% (nol koma dua lima persen) untuk NJOP di atas Rp10.000.000.000,00(sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);

e. 0,3% (nol koma tiga persen) untuk NJOP di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); dan

f. 0,025% (nol koma nol dua lima persen) untuk objek berupa lahan produksi pangan dan ternak.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 4 Januari 2024 inci Pajak Kabupaten/Kota

 

Pajak atas Jasa Kesenian dan Hiburan

Dalam rangka mengalokasikan sumber daya nasional secara lebih efisien, Pemerintah memberikan kewenangan kepada Daerah untuk memungut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Terdapat 16 jenis pajak yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah di mana 7 di antaranya merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi dan 9 lainnya merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Salah satu paja yang dipungut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pajak Barang dan Jasa Tertentu.

A. Definisi

Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT adalah Pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu.

Objek PBJT merupakan penjualan,penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu yang meliputi:

1. Makanan dan/atau Minuman;

2. Tenaga Listrik;

3. Jasa Perhotelan;

4. Jasa Parkir; dan

5. Jasa Kesenian dan Hiburan.
Jasa Kesenian dan Hiburan adalah jasa penyediaan atau penyelenggaraan semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, ketangkasan, rekreasi, dan/atau keramaian untuk dinikmati.

B. Objek Pajak

Jasa Kesenian dan Hiburan meliputi:

a. tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu;

b. pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;

c. kontes kecantikan;

d. kontes binaraga;

e. pameran;

f. pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap;

g. pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor;

h. permainan ketangkasan;

i. olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran;

j. rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan,wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang;

k. panti pijat dan pijat refleksi; dan

l. diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Terdapat pengecualian dalam Jasa Kesenian dan Hiburan adalah Jasa Kesenian dan Hiburan yang semata-mata untuk:

a. promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran;

b. kegiatan layanan masyarakat dengan tidak dipungut bayaran; dan/atau

c. bentuk kesenian dan hiburan lainnya yang diatur dengan Perda.

C. Subjek Pajak

Subjek PBJT adalah konsumen barang dan jasa tertentu. Wajib PBJT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu.

D. Tarif Pajak

Berlaku Tahun 2024 melalui UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke,kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% (empat puluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).

Berlaku sebelum Tahun 2024 melalui UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75%(tujuh puluh lima persen).

E. Dasar Pengenaan Pajak

Dasar pengenaan PBJT adalah jumlah yang dibayarkan oleh konsumen barang atau jasa tertentu. Dalam hal tidak terdapat pembayaran, dasar pengenaan PBJT dihitung berdasarkan harga jual barang dan jasa sejenis yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan.

F. Perhitungan

a. Besaran pokok PBJT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBJT dengan tarif PBJT.

b. PBJT yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan.

c. Saat terutangnya PBJT dihitung sejak saat pembayaran/penyerahan/konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan.

G. Insentif

Berdasarkan Pasal 101 ayat (1) dan ayat (2) UU HKPD:
Dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi,gubernur/bupati/wali kota dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya. Insentif fiskal berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok Pajak, pokok Retribusi, dan/atau sanksinya.