RSS

Arsip Kategori: Hukum

Persekutuan Komanditer

Artikel lain mengenai Persekutuan Komanditer dapat dibaca di sini

Persekutuan Komanditer (commandiraire vennootschap atau CV) diatur dalam Pasal 19 KUHD, adalah suatu persekutuan yang didirikan oleh seseorang atau oleh beberapa orang yang mempercayakan uang dan atau barang kepada seseorang atau beberapa orang yang menjalankan pengurusan yang dikenal sebagai sekutu aktif (sekutu komplementer) dan orang yang mempercayakan uang (pemberi modal) tersebut disebut sekutu komanditer.

Di Indonesia, CV sebagai salah satu bentuk perkumpulan selain memiliki unsur-unsur atau karakteristik umum suatu perkumpulan, tetapi memiliki karekateristik yang bersifat khusus, yaitu sebagai berikut :

  1. Adanya inbreng (pemasukan) dari setiap sekutu;
  2. Keuntungan dari kerjasama harus dibagi diantara sekutu;
  3. Merupakan suatu perusahaan;
  4. Menggunakan nama bersama;
  5. Bentuk tanggung jawab sekutu bersifat pribadi untuk keseluruhan;
  6. Memiliki sekutu komanditer dengan tanggung jawab terbatas.

CV dapat didirikan dengan syarat dan prosedur yang lebih mudah daripada Perseroan Terbatas (PT) , yaitu hanya mensyaratkan pendirian oleh 2 orang, dengan menggunakan akta notaris yang berbahasa Indonesia. Pada waktu pendirian CV, yang harus dipersiapkan sebelum datang ke Notaris adalah adanya persiapan mengenai:

  1. nama yang akan digunakan oleh CV tersebut
  2. tempat kedudukan dari CV
  3. siapa yang akan bertindak selaku Persero aktif, dan siapa yang akan bertindak selaku persero diam.
  4. Maksud dan tujuan yang spesifik dari CV tersebut (walaupun tentu saja dapat mencantumkan maksud dan tujuan yang seluas-luasnya).

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa tujuan mendirikan CV adalah untuk secara bersama-sama mencari keuntungan atau laba dan membagi keuntungan tersebut dengan menyerahkan inbreng (pemasukan) dari tiap-tiap sekutu baik berbentuk uang, barang, atau tenaga dan kerajinannya. Mengingat pembatasan yang diatur dalam pasal 20 KUHD, maka untuk sekutu komanditer bentuk inbrengnya hanya dapat berbentuk uang atau barang. Dengan demikian, tidak mungkin membuat perjanjian persekutuan yang membolehkan atau memungkinkan salah seorang sekutu tidak memasukkan sesuatu ke dalam CV. Hal inilah yang seringkali disimpangi, salah satu contoh dengan praktik “meminjam” nama untuk memenuhi syarat pendirian CV. Pihak yang ditawarkan untuk dipinjam namanya sebagai sekutu komanditer tidak perlu mengeluarkan modal, hanya namanya saja yang akan dicantumkan dalam akta pendirian CV.

Setiap sekutu berutang kepada CV apa yang telah ia sanggupi untuk diserahkan sebagai inbreng ke dalam CV. Jika inbreng yang disanggupinya berupa barang, maka sekutu tersebut mempunyai kewajiban untuk menjamin bahwa barang yang dijadikannya inbreng tersebut tidak cacat dan tidak akan dituntut oleh pihak lain, suatu kewajiban yang dibebankan seperti kewajiban seorang penjual. Jika sekutu hendak memasukkan inbreng dalam bentuk uang, maka ia diharuskan menyerahkan ke dalam kas CV dengan ketentuan akan dikenakan bunga apabila ia tidak menyerahkan uang tersebut segera setelah CV terbentuk. Dalam CV, tidak seperti PT, sekutu dapat menyerahkan tenaga atau kerajinannya sebagai bentuk inbreng yang bersangkutan dalam CV. Tenaga dan kerajinan dapat berupa pekerjaan dengan tangan maupun dengan pikiran. Apabila ia lalai dalam kewajibannya tersebut, ia harus mengganti kerugian yang diderita persekutuan akibat kelalaiannya tersebut, bahkan hal-hal tertentu hal tersebut dianggap wanprestasi, sehingga dapat menyebabkan berakhirnya suatu CV. Dalam melakukan penyetoran modal pendirian CV, di dalam anggaran dasar tidak disebutkan pembagiannya seperti halnya PT. Jadi, para persero harus membuat kesepakatan tersendiri mengenai hal tersebut, atau membuat catatan yang terpisah. Semua itu karena memang tidak ada pemisahan kekayaan antara CV dengan kekayaan para perseronya. Pada saat sepakat mendirikan CV, notaris biasanya menyarankan alangkah baiknya untuk dipertimbangkan dari segala segi, tidak hanya dari segi kepraktisannya namun juga dari segi pembagian resiko di antara para persero, agar tidak terjadi pertentangan di kemudian hari.

Berdasarkan Pasal 19 KUHD, dalam CV terdapat dua jenis sekutu, dengan menggunakan istilah Pasal 19 KUHD, yaitu sekutu bertanggung jawab dan sekutu pelepas uang. Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dilihat disimpulkan ada dua macam sekutu yakni sekutu aktif atau komplementer dan sekutu pasif atau komanditer yang memiliki perbedaan tanggung jawabannya yaitu sebagai berikut :

  1. Sekutu aktif atau pengurusan atau komplementer bertanggung jawab sampai dengan harta pribadi. Sekutu aktif berhak memasukkan modal, namun tugas pokoknya adalah melakukan pengurusan atau hubungan hukum dengan pihak ketiga dan bertanggung jawab hingga harta pribadinya secara keseluruhan terhadap utang dan kerugian perusahaan.
  2. Sekutu pasif atau komanditer berkewajiban menyerahkan uang atau barang sebagaimana telah diperjanjikan sebelumnya yang kemudian mendapatkan keuntungan dari persekutuan tersebut berdasarkan besaran modal yang telah disetorkannya. Tanggung jawab persekutuan komanditer terbatas hanya sampai dengan jumlah modal yang telah disanggupi untuk disetorkannya.

Berdasarkan pengaturan diatas, secara eksplisit menyatakan bahwa sekutu komanditer tidak dapat turut serta dalam pengelolaan perusahaan. Hal tersebut juga menjelaskan bahwa sekutu komanditer hanya bertanggung jawab sebesar modal yang disetorkan atau akan disetorkan ke dalam CV, dengan syarat sekutu komanditer tersebut tidak ikut serta dalam pengurusan CV dan keberadaannya tidak diketahui oleh pihak ketiga. Padahal ia adalah juga pemilik perusahaan yang punya kepentingan ekonomi, yaitu menerima bagian keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan.

Persoalan yang kemudian muncul adalah bagaimana sekutu komanditer dapat memantau agar modal yang dimasukkannya ke dalam perusahaan dan menjadi kekayaan perusahaan memang dikelola secara sungguh-sungguh untuk kepentingan perusahaan. Apakah sekutu komanditer hanya berpatokan kepada rasa percaya (trust) terhadap sekutu pengurus tanpa adanya mekanisme kontrol sebagaimana yang dikenal dalam PT ? Jika tidak terdapat mekanisme kontrol sehingga sekutu pengurus dapat memutuskan segala sesuatunya sendiri, bukankah ini membuka peluang penyalahgunaan kewenangan oleh sekutu pengurus? Jika demikian halnya, bagaimana perlindungan hukum bagi kepentingan sekutu komanditer yang juga adalah pemilik perusahaan.

Dalam praktiknya, sekutu komanditer senantiasa ingin terlibat di dalam pengelolaan perusahaan karena menggangap bahwa sekutu komanditer di dalam perusahaan memiliki peran yang sama dengan seorang pemegang saham di dalam suatu Perseroan Terbatas. Pemahaman ini tentunya perlu dijelaskan dan diatur dengan lebih jelas agar tidak membingungkan. Pembagian sekutu menjadi sekutu pengurus (beherend vennoot) dan sekutu komanditer (commanditaire vennoot) tentu saja memiliki konsekuensi yang berbeda pula dalam hal kewajiban dan tanggung jawab terhadap perusahaan. Terdapatnya dua jenis sekutu tersebut, lebih kepada status bukan karena peran (role), artinya secara hukum posisi mereka memang berbeda. Hal ini bermakna bahwa hak dan kewajiban seorang sekutu ditentukan oleh fungsi dari statusnya apakah sebagai beherend atau commanditaire, dan bukan karena peran (role) yang dilakukannya seperti besarnya pengendalian yang dimiliki seseorang dalam suatu perusahaan.

Status sekutu sebagai sekutu pengurus harus dinyatakan dalam perjanjian persekutuan dan disebutkan dalam akte pendirian CV, sebab jika tidak maka semua sekutu akan dianggap sekutu yang berhak melakukan pengurusan dan mewakili persekutuan dengan pihak ketiga. Pada saat akte pendirian CV telah didaftarkan, masuknya sekutu pengurus lainnya dapat dilakukan sebagaimana diatur dalam perjanjian persekutuan atau jika perjanjian persekutuan tidak mengaturnya, berdasarkan persetujuan semua sekutu, baik beherend maupun commanditaire.

Bahwa para sekutu memiliki kewajiban baik kepada sekutu lainnya maupun kepada persekutuan, yaitu kewajiban sekutu komanditer untuk memasukkan uang atau barang dan kewajiban sekutu pengurus untuk memasukkan uang atau barang atau keahlian/tenaga dan mengurus persekutuan dengan baik sebagaimana kewajiban yang dibebankan kepada direksi PT, merupakan hal yang sudah semestinya. Namun, bagaimana dan seberapa jauh kewajiban tersebut diterapkan masih menimbulkan persoalan karena memang tidak ada aturan mengenai hal tersebut.

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada 18 Juli 2023 inci Hukum Perusahaan

 

Firma

Artikel lain mengenai Firma dapat dibaca di sini

Persekutuan dengan Firma diartikan sebagai setiap maatschap yang menjalankan perusahaan dibawah satu nama bersama. Berdasarkan definisi ini dapat diketahui bahwa Firma adalah suatu maatschap, hanya saja apabila pada persekutuan perdata ada yang berbentuk perusahaan dan ada yang tidak berbentuk perusahaan pada firma harus berbentuk perusahaan.

Di Amerika Serikat, partnership (Firma) digunakan juga untuk melakukan “liberal professions”. Partnership sendiri dibedakan menjadi General Partnership dan Limited Partnership. Partnership adalah bentuk utama dari suatu “commercial business association” yaitu apabila terdapat beberapa orang bertindak secara bersama dalam suatu kegiatan usaha tanpa menyatakan bentuk (hukum) tertentu dari perusahaan mereka, maka persekuuan mereka harus dianggap sebagai Firma atau partnership. Di Belanda, ketentuan-ketentuan hukum tentang Firma yang dulunya diatur dalam Wetboek van Koophandel, akan diatur dalam Boek 7A Titel 13 Nieuw Burgerlijk Wetboek (NBW), sehingga Belanda hanya (akan) memiliki 1 (satu) ketentuan hukum tentang persekutuan yaitu NBW.

Firma sebagaimana diatur dalam Pasal 16 KUHD adalah persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama. Berdasarkan Pasal 16 KUHD, Firma adalah juga Maatschap, maka terhadap Firma berlaku pula segala ketentuan yang diatur dalam KUHPer. Namun demikian harus diingat pula bahwa ketentuan-ketentuan yang ada di dalam KUHPer dan/atau KUHD adalah ketentuan-ketentuan yang bersifat melengkapi (default rule), artinya undang-undang memperkenankan para sekutu untuk membuat aturan-aturan yang berbeda dengan apa yang diatur dalam KUHPer dan/atau KUHD selama aturan-aturan ini dituangkan di dalam perjanjian pendirian Firma.

Dalam Firma para sekutu dalam melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga menggunakan nama bersama, maka perjanjian pendirian firma atau “partnership agreement”, dapat dilakukan secara terulis atau dengan suatu akta. Akta pendirian tersebut harus didaftarkan dan diumumkan kepada pihak ketiga. Pendaftaran di Kepaniteraan Pengadilan Negeri domisili Firma sedangkan pengumuman dalam Berita Negara. Apabila akta pendirian Firma telah dibuat namun tidak didaftarkan atau telah didaftarkan tetapi belum diumumkan, maka segala ketentuan yang diatur dalam akta pendirian Firma tersebut tidak berlaku bagi pihak ketiga.

Pendaftaran Firma

Sama seperti persekutuan perdata (maatschap) Sejak lahirnya PP No. 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, firma harus didaftarkan terlebih dahulu sebelum mendapatkan izin berusaha. Pendaftaran dimaksud dilakukan dengan cara mengakses laman Online Single Submission (OSS) (Pasal 21 ayat (1)). Untuk mengakses laman tersebut dilakukan dengan cara memasukkan nomor pendaftaran persekutuan firma (venootschap onder firma) (Pasal 21 ayat (2)). Menurut Pasal 16 ayat (1) dan (2), persekutuan firma didaftarkan kepada Pemerintah Pusat yaitu menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Pendaftaran tersebut meliputi pendaftaran akta pendirian persekutuan firma (venootschap onder firma), perubahan anggaran dasar persekutuan firma (venootschap onder firma), serta pembubaran persekutuan firma (venootschap onder firma). Dengan demikian, firma yang merupakan pemohon izin berusaha merupakan firma yang telah didaftarkan kepada Pemerintah Pusat (Pasal 6 ayat (3) huruf j jo Pasal 16).

Akta otentik sebagai syarat mutlak pendirian firma

Permasalahan lain dalam penyelenggaraan firma adalah mengenai kewajiban firma yang didirikan dengan menggunakan akta otentik. PP No. 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, pendaftaran firma kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum meliputi pendaftaran akta pendirian persekutuan firma (venootschap onder firma), perubahan anggaran dasar persekutuan firma (venootschap onder firma), serta pembubaran persekutuan firma (venootschap onder firma) (Pasal 16 ayat (1) dan (2)). Norma ini menunjukkan bahwa hanya firma yang didirikan dengan menggunakan akta otentik saja yang dapat didaftarkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum yang untuk selanjutkan akta otentik tersebut sebagai salah satu syarat pemberian izin berusaha. Hal ini tentunya akan mempengaruhi besaran biaya bagi UMKM yang akan mendirikan firma karena harus menanggung pembiayaan pembuatan akta otentik. Apalagi jika pendaftaran pendirian firma dibebani dengan pembiayaan juga.

Tanggung jawab sekutu firma yang tidak bertindak untuk dan atas nama firma ketika ada sekutu firma yang melakukan “malpraktik” namun bertindak untuk dan atas nama firma.

Dalam berusaha tidak jarang terjadi malpraktik yang dilakukan sekutu firma dalam bingkai untuk dan atas nama firma. Mengacu pada Pasal 18 KUHPER, dalam perseroan firma tiap-tiap persero bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk seluruhnya atas perikatan-perikatan perseroannya. Norma tersebut tidak mengatur secara tegas jika terjadi malpraktik oleh sekutu firma. Perlu ada pengaturan pembatasan tanggung jawab sekutu firma terhadap dampak kegiatan “malpraktik” yang dilakukan oleh sekutu firma lainnya.

Firma bukan merupakan badan hukum. Oleh karena itu, apa yang disebut dengan kekayaan Firma sebenarnya adalah kepemilikan bersama para sekutu (group ownership). Akibat hukum dari perbuatan yang dilakukan salah satu sekutu firma akan menjadi tanggung jawab sekutu yang lain. Tanggung jawab demikian dinamakan tanggung jawab renteng atau tanggung jawab tanggung-menanggung atau tanggung jawab solider. Para sekutu firma tersebut bertanggung jawab secara renteng terhadap pihak ketiga atas seluruh kerugian persekutuan yang tidak terbayarkan dari harta kekayaan persekutuan tersebut. Dalam suatu Firma pertanggung jawaban sekutu bersifat pribadi untuk keseluruhan (Hoofdelijk voor het geheel) sesuai dengan Pasal 18 KUHD atau dapat pula dikatakan pertanggung jawabannya adalah secara tanggung-menanggung atau dalam pasal 1278 KUH Perdata disebut juga sebagai “tanggung renteng”.

Dalam praktik, pertanggung jawaban tiap-tiap sekutu tidak dilaksanakan secara langsung, artinya semua penagihan persekutuan tidak ditagihkan langsung kepada tiap-tiap sekutu, tetapi penagihan itu lebih dahulu harus dipenuhi dari kas persekutuan. Jika kas persekutuan itu tidak mencukupi, barulah kekayaan pribadi para sekutu diambil untuk memenuhi penagihan tersebut.

Mengingat Firma sebenarnya adalah Maatschap sebagaimana ketentuan Pasal 16 KUHD, maka mengenai bubarnya Firma berlaku pula peraturan yang sama dengan Maatschap, yakni Pasal 1646 sampai dengan 162 KUHPerdata ditambah dengan Pasal 31 sampai dengan 35 KUHD. Setelah suatu Firma dibubarkan, perlu dilakukan tindakan pemberesan. Tindakan pemberesan penting dilakukan baik ditinjau dari sudut kepentingan para sekutu, maupun dari sudut kepentingan pihak ketiga. Pada umumnya pemberesan sesudah bubarnya persekutuan adalah perlu untuk benar-benar mengakhiri kehidupan persekutuan yang bubar itu, walaupun ada kemungkinan dimana pemberesan tidak diperlukan lagi.

Dalam hal kepailitan, mengingat suatu Firma bukan suatu badan hukum maka kepailitan hanya dapat dituntut kepada (para) sekutunya saja. Adapun mengenai kepailitan ini harus diperhatikan pula undang-undang kepailitan. Firma dianggap bubar diantaranya karena waktu yang ditentukan untuk bekerja telah lampau, barang musnah atau usaha yang menjadi tugas pokok selesai, atau seorang atau lebih anggota mengundurkan diri atau meninggal dunia. Namun, dalam prakteknya, pengunduran sendiri seorang anggota tidak selalu membuat firma menjadi bubar. Seringkali terjadi seorang anggota firma yang mundur digantikan oleh orang lain dengan tetap mempertahankan firma yang ada.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, maka perseroan firma memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Anggota firma biasanya sudah saling mengenal dan saling mempercayai.
  2. Perjanjian firma dapat dilakukan di hadapan notaris maupun di bawah tangan.
  3. Memakai nama bersama dalam kegiatan usaha. Cara menggunakan nama bersama: pertama, nama seorang sekutu (Mis: Firma H. Mulyadi); Nama seorang sekutu dengan tambahan (Mis:Firma H. Mulyadi & Brothers (disingkat Fa. H. Mulyadi & Bros), artinya perusahaan persekutuan ini beranggotakan Hasan serta saudara-saudaranya). Ketiga, kumpulan nama semua sekutu (Mis: Firma Mulyadi/Hasan, Mira, Ana dan Rusli). Keempat, Nama lain berupa tujuan perusahaan. (Mis: Firma Butik Chloe) berusaha di bidang butik.
  4. Adanya tanggung jawab dan resiko kerugian yang tidak terbatas.
  5. Apabila terdapat hutang tak terbayar, maka setiap pemilik wajib melunasi dengan harta pribadi.
  6. Setiap anggota firma memiliki hak untuk menjadi pemimpin.
  7. Seorang anggota tidak berhak memasukkan anggota baru tanpa seizin anggota yang lainnya.
  8. keanggotaan firma melekat dan berlaku seumur hidup.
  9. seorang anggota mempunyai hak untuk membubarkan firma.
  10. pendiriannya tidak memelukan akte pendirian.
  11. mudah memperoleh kredit usaha.

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada 17 Juli 2023 inci Hukum Perusahaan

 

Persekutuan Perdata

Artikel lain mengenai Persekutuan Perdata, dapat dibaca di sini

Persekutuan perdata (maatschap) sebagaimana diatur dalam Pasal 1618 KUH Perdata adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang diperoleh. Karakteristik dari persekutuan perdata yang tidak dimiliki oleh persekutuan perdata lainnya, bahwa persekutuan perdata merupakan kumpulan dari orang-orang yang memiliki profesi yang sama. Oleh karena itu, didalam suatu persekutuan perdata akuntan misalnya, maka para sekutunya harus orang-orang yang berprofesi sebagai akuntan saja. Jadi tidak boleh dibuat misalnya Kantor Akuntan Publik Suswinarno, Ak dan Rekan, tapi ternyata para sekutunya terdiri dari Notaris, Pengacara ataupun konsultan manajemen. Demikian pula untuk persekutuan perdata yang dibentuk oleh para Notaris ataupun para pengacara.

Berdasarkan KUHPerdata, persekutuan perdata didirikan atas dasar perjanjian saja, dan tidak mengharuskan adanya syarat tertulis. KUHPerdata juga tidak mensyaratkan adanya pemakaian nama untuk persekutuan perdata. Bahkan bisa dibentuk secara lisan sebagaimana perjanjian juga dapat dibuat secara lisan, sehingga dapat disimpulkan apabila melihat pengaturan dalam KUHPerdata, pendirian persekutuan perdata secara normatif tidak memerlukan formalitas tertentu. Dalam perkembanganya untuk mendirikan bisa menggunakan akta notaris lalu ditambah NPWP dan surat keterangan domisili perusahan, kemudian langsung mendaftarkannya ke pengadilan negeri. Namun saat ini dengan Permenkumham Nomor 17 Tahun 2018 ada beberapa perubahan terkait pendaftaran persekutuan perdata, sebagai berikut :

  1. Pengajuan Nama Persekutuan Perdata, Bila sebelumnya pendiri punya kebebasan untuk membuat nama persekutuan perdata, sekarang tidak lagi. Ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi, misalnya: tidak boleh sama dengan nama persekutuan perdata lain, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah atau lembaga internasional.
  2. Nama persekutuan perdata perlu diajukan terlebih dahulu ke SABU dengan dikenakan biaya pemesanan nama persekutuan perdata untuk selanjutnya mendapat persetujuan dari menteri Hukum dan HAM.
  3. Setelah nama persekutuan perdata disetujui, pemohon perlu menyiapkan akta pendirian yang dibuat di hadapan notaris selaku pejabat publik
  4. Jika semua persyaratan sudah dipenuhi maka Kemenkumham akan mengeluarkan surat keterangan terdaftar (SKT) dan secara hukum pendirian persekutuan perdata sudah selesai. SKT ini bukan merupakan bukti pengesahan sebuah persekutuan perdata menjadi suatu badan hukum. Kondisi ini berlaku juga untuk perusahaan persekutuan lainnya seperti CV dan Firma

Dalam pendirian suatu persekutuan perdata, para sekutu wajib untuk memberikan kontribusi bagi kepentingan persekutuan perdata. Kontribusi ini dalam hukum dikenal dengan inbreng (pemasukan ke dalam perseroan). Para sekutu dapat berkontribusi dalam berbagai bentuk, yaitu uang, barang, good will, dan know how. Good Will itu sendiri bisa berupa apa saja, seperti pangsa pasar yang luas, jaringan, relasi, ataupun merek (brand image). Sedangkan know how bisa berupa keahlian di bidang tertentu, seperti dalam persekutuan perdata kantor hukum, bisa berupa keahlian di bidang penanganan kasus kejahatan di dunia maya misalnya. Jadi bisa apa saja, yang penting oleh para persero (sekutu) tersebut dianggap memiliki manfaat dan nilai ekonomis.

Pada dasarnya setiap sekutu memiliki hak untuk mengurus (bebeer) persekutuan. Pengurus persekutuan perdata biasanya adalah sekutu sendiri, yang disebut sebagai sekutu pengurus, namun apabila di antara para sekutu tidak ada yang dianggap cakap atau para sekutu merasa tidak cakap untuk menjadi pengurus, maka mereka dapat menetapkan orang luar yang cakap sebagai pengurus. Terdapat 2 (dua) cara untuk mengangkat pengurus, yaitu ditetapkan di dalam akta pendirian persekutuan (perjanjian persekutuan) dan ditetapkan dalam surat kuasa yang terpisah dari akta pendirian persekutuan (surat penunjukkan sebagai pengurus). Sekutu yang diangkat atau ditunjuk di dalam akta pendirian persekutuan disebut sebagai sekutu statute (gerant statutaire) sedangkan sekutu yang diangkat atau ditunjuk dalam surat kuasa tersendiri disebut sebagai sekutu mandater (gerant mandataire).

Apabila seorang sekutu mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga, maka sekutu yang bersangkutan sajalah yang bertanggung jawab atas perbuatan perbuatan hukum yang dilakukan dengan pihak ketiga itu, walaupun dia mengatakan bahwa perbuatannya untuk kepentingan sekutu, kecuali jika sekutu-sekutu lainnya memang nyata-nyata memberikan kuasa atas perbuatannya.

Hak utama dari para sekutu adalah mendapatkan keuntungan /laba (profit) Hal ini dapat diatur secara bebas oleh para sekutu dalam akta pendirian persekutuan. Namun apabila para sekutu tidak mengaturnya, maka berlakulah ketentuan pembagian keuntugan menurut Pasal 1633 KUHPer yang mengatur bahwa pembagian laba harus dilakukan sesuai dengan inbreng atau kontribusi yang diberikan oleh sekutu; dan menentukan bahwa inbreng atau kontribusi dalam bentuk tenaga memiliki nilai yang sama dengan sekutu yang memberikan inbreng atau kontibusi dalam bentuk uang atau barang dengan jumlah yang terkecil.

Persekutuan perdata (maatschap) berakhir atau bubar diantaranya karena waktu yang ditentukan untuk bekerja telah lampau, barang musnah atau usaha yang menjadi tugas pokok selesai, atau seorang atau lebih anggota mengundurkan diri atau meninggal dunia.

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada 15 Juli 2023 inci Hukum Perusahaan

 

Perusahaan Perseorangan

Artikel lain mengenai Perusahaan Perseorangan, dapat dibaca juga di sini.

Di Indonesia, bentuk perusahaan perseorangan dikenal dengan Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang (UD). Perusahaan ini merupakan tipe organisasi bisnis atau perusahaan yang paling sederhana di mana seseorang memiliki sendiri seluruh kekayaan atau aset perusahaan dan bertanggungjawab sendiri pula atas seluruh utang perusahaan. Pengendalian atau kontrol dan pengambilan keputusan terhadap jalannya perusahaan berada ditangan pemilik perusahaan. Bentuk ini merupakan bentuk perusahaan yang paling sederhana dan tidak banyak aturannya sehingga menjadi bentuk perusahaan yang populer dan kerap digunakan oleh masyarakat. Biasanya, bentuk ini dipilih apabila orang hendak memulai usahanya pertama kali dengan modal terbatas.

Pada perusahaan perseorangan tidak terdapat pemisahan antara kekayaan pribadi pemilik dengan kekayaan perusahaan sehingga utang perusahaan berarti pula utang pemiliknya. Hal ini yang menyebabkan Usaha Dagang atau Perusahaan Dagang tidak digolongkan menjadi Badan Hukum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seluruh harta kekayaan pemilik menjadi jaminan bagi semua utang perusahaannya. Oleh karena itu, pemilik perusahaan perseorangan memiliki tanggung jawab yang tidak terbatas. Satu-satunya cara untuk menambah modal perusahaan adalah melakukan pinjaman kepada pihak ketiga baik perorangan maupun perbankan. Dengan keterbatasan modal kerja ini, perusahaan perseorangan cenderung tidak dapat bersaing mendapatkan kesempatan berusaha atau melakukan investasi yang lebih besar.

Proses pendirian perusahaan perseorangan sangat sederhana, tidak diperlukan akta pendirian perusahaan. Pada prinsipnya, perusahaan perseorangan telah sah berdiri pada saat pemilik perusahaan melakukan hubungan hukum (perjanjian) dengan pihak lain untuk kepentingan usahanya. Terdapat kemungkinan perusahaan perseorangan berkembang menjadi perusahaan besar, sehingga pemilik perusahaan membutuhkan tenaga untuk membantunya. Hubungan antara pemilik perusahaan (pengusaha) dengan pembantu perusahaan dibagi menjadi dua yaitu pembantu di dalam perusahaan dan pembantu diluar perusahaan. Pembantu di dalam perusahaan terikat dengan hubungan hukum perburuhan (ketenagakerjaan) sedangkan hubungan dengan pembantu perusahaan diluar perusahaan adalah hubungan sementara jasa atau pemberi jasa.

Keberadaan atau keberlangsungan perusahaan sangat bergantung kepada kehidupan pemilik perusahaan. Apabila pemilik perusahaan wafat, berada dalam keadaan tidak mampu atau mengundurkan diri/pensiun, secara otomatis perusahaan bubar. Tidak ada jangka waktu yang pasti, sewaktu waktu pemilik perusahaan dapat membubarkan perusahaan atau menyerahkan kepada anak atau ahli waris lainnya sesuai kehendaknya. Berdasarkan hal inilah struktur perusahaan menjadi kurang stabil dan tidak memiliki kepastian dalam hal jangka waktu atau keberadaan perusahaan.

Sebagaimana proses pendiriannya yang tidak memerlukan formalitas tertentu, hal yang sama juga berlaku untuk membubarkan perusahaan perseorangan. Pada prinsipnya, pemilik perusahaan dapat membubarkan perusahaan sewaktu-waktu. Hanya saja dalam hal perusahaan memiliki jumlah pekerja cukup banyak, tentunya peraturan terkait ketenagakerjaan perlu diperhatikan. Begitu pula dengan kewajiban-kewajiban perusahaan kepada pihak kreditur. Perusahaan perorangan merupakan suatu usaha yang telah lama, sederhana dan dapat diorganisir secara informal. Pengaturannya yang sangat minim, membuat kesulitan untuk dapat melakukan pengawasan

Badan usaha ini wajib membuat laporan tahunan dan menyimpan laporan tersebut . Laporan dibuat secara sederhana berisi catatan kegiatan sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam UU Nomor 8 tahun 1999 tentang dokumen perusahaan.

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada 13 Juli 2023 inci Hukum Perusahaan

 

PENGERTIAN DASAR HUKUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Hukum Perusahaan

Perancis menjajah Belanda sehingga sejarah hukum dagang Perancis tidak bisa dilepaskan dari sejarah hukum dagang Belanda. Kemudian Belanda menjajah Indonesia sehingga hukum dagang Indonesia terpengaruh dari hukum dagang Belanda.

Setelah Belanda merdeka dari Perancis yaitu pada tahun 1813, Raja Lodewijk Napoleon memerintahkan pembentukan sebuah komisi pembuat undang-undang yang diketuai oleh seorang guru besar hukum berkebangsaan Belanda bernama Van Kemper. Komisi ini berhasil menyiapkan dua rancangan undang-undang yang dinamakan “Ont Werp Kemper” dan “Ont Werp Kemper II” yang keduanya ditolak oleh Parlemen Belanda.

Van Kemper kemudian digantikan oleh Nikolai yang ditunjuk sebagai ketua komisi perancang hukum dagang. Komisi yang diketuai Nikolai memutuskan untuk mengadopsi Code Civil dan Code du Commerce Perancis untuk dialihbahasakan menjadi Burgelijke Wetboek (BW) dan Wetboek van Koophandel (WvK) yang terjadi pada 1838.

Berdasarkan asas konkordansi, kedua kodifikasi tersebut juga diberlakukan di Indonesia (dahulu disebut Hindia Belanda) dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang). KUH Dagang dipublikasikan pada tanggal 30 April 1847 dalam Stb.1847/23 yang mulai berlaku pada tanggal 01 Mei 1848.

B. Sumber Hukum Perusahaan

1. Perundang-Undangan

KUH Perdata dan KUH Dagang sebagai produk perundang-undangan peninggalan Hindia Belanda masih berlaku sampai sekarang sesuai dengan aturan peralihan UUD 1945. Selain itu, KUH Perdata berkedudukan sebagai hukum umum (lex generalis) sedangkan KUH Dagang berkedudukan sebagai hukum khusus (lex specialis). Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1 KUH Dagang yang menentukan bahwa KUH Perdata berlaku juga bagi hal-hal yang diatur dalam KUH Dagang, sekadar dalam KUH Dagang tidak diatur secara khusus menyimpang.

Beberapa pasal dalam KUH Dagang telah dicabut, seperti dalam Pasal 2 s.d. Pasal 5 KUH Dagang. Akibat adanya hukum dagang khusus bagi pedagang, hanya pedagang saja yang bisa melakukan kegiatan dagang seperti mendirikan Commanditaire Vennotschap (CV), Vennootschap onder Firma (VoF/Fa) dan Naamloze Vennotschap (NV). Bagi kalangan non pedagang hanya diperbolehkan mendirikan badan usaha lain seperti Burgelijke Maatschap yang diatur dalam KUH Perdata. Molengraaff dan Van Apeldooren tidak setuju atas diskriminasi hukum yang membedakan antara pedagang dan non pedagang. Hal ini menjadi penyebab disetujuinya pencabutan ketentuan Pasal 2 s.d. Pasal 5 KUH Dagang.

Selain Pasal 2 s.d. Pasal 5 KUH Dagang yang telah dicabut, Buku III KUH Dagang juga dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Oleh karena itu, sumber hukum perusahaan berupa perundang-undangan selain KUH Perdata dan KUH Dagang diantaranya adalah:
a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara;
b. Undang-Undang terkait hak milik intelektual;
c. Pengangkutan darat, perairan, dan udara;
d. Perasuransian (kerugian, sejumlah uang, dan sosial);
e. Perdagangan dalam dan luar negeri;
f. Perkoperasian dan UMKM;
g. Pasar modal dan penanaman modal;
h. Hak-hak jaminan atas tanah;
i. Izin usaha dan pendaftaran perusahaan;
j. Perbankan dan lembaga pembiayaan;
k. Perseroan terbatas;
l. Dokumen perusahaan.

2. Kontrak Perusahaan

Kontrak perusahaan merupakan sumber utama kewajiban dan hak serta tanggung jawab kedua belah pihak. Jika terjadi perselisihan mengenai pemenuhan kewajiban dan hak, para pihak pada umumnya sepakat untuk menyelesaikannya secara damai. Namun apabila tidak tercapai kesepakatan, para pihak dapat menyelesaikannya melalui arbitrase atau pengadilan. Kesepakatan cara penyelesaian apabila terdapat sengketa secara tegas tercantum dalam kontrak.

Kontrak perusahaan selalu terikat dengan ketentuan undang-undang namun apabila kontrak perusahan yang terjadi melibatkan pihak-pihak yang berbeda negara, terkadang timbul permasalahan tentang undang-undang negara pihak mana yang diberlakukan saat terjadi perselisihan. Para pihak yang terlibat dalam kontrak perusahaan akan dihadapkan pada masalah piihan hukum.

3. Yurisprudensi

Yurisprudensi adalah keputusan-keputusan dari hakim terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur di dalam Undang-Undang dan dijadikan sebagai pedoman bagi para hakim yang lain untuk menyelesaian suatu perkara yang sama. Dengan demikian, kekosongan hukum dapat diatasi dan perlindungan hukum terhadap pihak-pihak yang mencari kepastian dapat terjamin.

C. Bentuk-Bentuk Perusahaan

Bentuk perusahaan/usaha ditinjau dari status hukumnya adalah:

  1. Bentuk usaha bukan badan hukum, misalnya: Vennootschap onder Firma (VoF/Fa) dan Commanditaire Vennotschap (CV).
  2. Bentuk usaha badan hukum, misalnya: Koperasi, Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Tidak adanya kriteria dalam peraturan perundang-undangan apakah usaha tertentu masuk dalam kriteria badan hukum maupun tidak, maka para ahli hukum mencoba merumuskan kriteria badan usaha yang masuk dalam kelompok bentuk usaha badan hukum apabila memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. Adanya pemisahan harta kekayaan antara perusahaan dan harta pribadi pemilik;
  2. Mempunyai tujuan tertentu;
  3. Mempunyai kepentingan sendiri;
  4. Adanya pengurus atau organisasi yang teratur;
  5. Adanya pengakuan melalui peraturan perundang-undangan;
  6. Adanya pengesahan dari pemerintah; dan
  7. Adanya pengakuan melalui yurisprudensi.

Apabila suatu bentuk usaha tidak memenuhi kriteria tersebut di atas, suatu badan usaha tidak dapat dikelompokkan sebagai badan hukum.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 12 Juli 2023 inci Hukum Perusahaan

 

USAHA DAGANG

A. Pengertian

Usaha Dagang (UD) merupakan bentuk usaha tertua di dunia bila dibandingkan dengan bentuk usaha lainnya. Usaha Dagang memiliki ciri sebagai berikut:

  1. Usaha Dagang dilakukan atau dijalankan oleh satu orang pengusaha;
  2. Usaha Dagang modalnya dimiliki oleh satu orang;
  3. Pengusaha sebagai pemilik Usaha Dagang, langsung bertindak sebagai pengelola yang kadangkala dibantu oleh beberapa pekerja. Pekerja tersebut membantu pengusaha dalam mengelola perusahaannya berdasarkan perjanjian kerja atau pemberian kuasa.

Usaha Dagang termasuk bentuk usaha golongan UMKM karena modal usaha berasal dari satu orang, yaitu pemilik dari usahanya.

B. Dasar Hukum

KUH Dagang tidak mengatur secara khusus mengenai Usaha Dagang namun eksistensinya diatur oleh Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Pasal 6 ayat (1.b) dan (2) menyebut Usaha Dagang dengan istilah Perusahaan Kecil Perorangan, yang definisinya sebagai berikut:

  1. Pasal 6 ayat (1.b): “Setiap Perusahaan Kecil Perorangan yang dijalankan oleh pribadi pengusahanya sendiri atau dengan mempekerjakan hanya anggota keluarganya sendiri yang terdekat serta tidak memerlukan izin usaha dan tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan.”
  2. Pasal 6 ayat (2): “Perusahaan Kecil Perorangan yang dimaksud dalam huruf b ayat (1) pasal ini selanjutnya diatur oleh Menteri dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Tindak lanjut dari Undang-Undang tersebut di atas adalah penerbitan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998. Dalam Pasal 1 butur 3 Keputusan Menteri tersebut, dinyatakan: “suatu institusi/badan yang dapat berbentuk perorangan atau badan usaha baik sebagai eksportir, importir, pedagang besar, pedagang pengecer, ataupun lembaga-lembaga perdagangan lain yang sejenis, yang di dalam tatanan pemasaran barang dan/atau jasa, melakukan kegiatan perdagangan dengan cara memindahkan barang dan/atau jasa baik langsung maupun tidak langsung dari produsen sampai pada konsumen.”

C. Pendirian Usaha Dagang

Pada umumnya pendirian Usaha Dagang dibuat dengan akta notaris kemudian diikuti dengan permohonan izin usaha dan izin tempat usaha kepada Pemerintah Daerah setempat. Akta notaris bukan merupakan keharusan saat pendirian Usaha Dagang, Akta notaris hanya sebagai alat bukti semata, bukan sebagai syarat sebagai badan hukum.

Akta notaris berbentuk sederhana karena tidak memerlukan anggaran dasar. Akta ini juga tidak didaftarkan kepada kepaniteraan Pengadilan Negeri dan tidak perlu diumumkan dalam tambahan berita negara Republik Indonesia. Sebagai akibat tidak didaftarkan kepada kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam tambahan berita negara Republik Indonesia, Usaha Dagang bukan badan hukum. Selain itu, tidak ada pemisahan kekayaan ataupun pemisahan tanggung jawab antara Usaha Dagang dan pemiliknya. Usaha Dagang tidak layak dikelompokkan sebagai badan hukum karena sama sekali belum memenuhi syarat materiil dan syarat formal badan hukum.

D. Kelebihan dan Kekurangan Usaha Dagang

Beberapa keuntungan pendirian Usaha Dagang antara lain:

  1. Pengusaha (sole proprietors) dapat menikmati kebebasan dan otonomi seluas-luasnya dalam mengambil keputusan-keputusan bisnis. Kebebasan tersebut antara lain: memperluas atau mengecilkan usahanya; mencari sumber pembiayaan; membeli peralatan baru; kapan dan berapa lama bekerja; serta kapan memutuskan untuk berlibur.
  2. Laporan keuangan dan penghitungan pajak yang relatif lebih sederhana dibandingkan dengan bentuk usaha lainnya yang diwajibkan menyusun laporan keuangan sesuai ketentuan akuntansi yang berlaku umum.
  3. Operasi bisnis pada umumnya masih bersifat sederhana dibandingkan bentuk usaha lainnya yang harus memenuhi berbagai peraturan yang lebih rumit serta memakan waktu.
  4. Biaya administrasi awal usaha lebih sedikit dibandingkan bentuk usaha lainnya dikarenakan tidak memerlukan notaris dalam pembuatan akta serta dokumen yang diperlukan lainnya.

Selain memiliki kelebihan, Usaha Dagang juga memiliki kekurangan dibandingkan dengan bentuk usaha lainnya, diantaranya;

  1. Pemilik memiliki tangung jawab tidak terbatas (unlimited liability) atas hutang karena tidak dibedakannya hutang pribadi dengan hutang usaha.
  2. Kapasitas atau kemampuan meningkatkan modal terbatas.
  3. Semua tanggung jawab dalam hal pembuatan keputusan bisnis sehari-hari dilakukan atau dipikirkan sendiri oleh pemilik usaha.
  4. Kelangsungan hidup usaha yang terbatas.
  5. Kontrol usaha yang demikian kompleks karena semua tanggung jawab dalam hal pembuatan keputusan bisnis berada di tangan pemilik usaha.

Anda dapat membaca artikel lain mengenai Usaha Dagang di sini

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada 11 Juli 2023 inci Hukum Perusahaan

 

PERSEKUTUAN PERDATA

A. Pengertian

Batasan yuridis Maatschap dinyatakan dalam Pasal 1618 KUH Perdata sebagai berikut: “Persekutuan perdata (Maatschap) adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu (inbreng) ke dalam persekutuan itu dengan maksud supaya keuntungan yang diperoleh dari perseroan itu dibagi di antara mereka.” Pemasukan (inbreng) dapat berwujud barang, uang atau tenaga, baik tenaga fisik maupun pikiran. Adapun keuntungan, tidak terbatas hanya dalam bentuk uang, namun juga mencakup kemanfaatan. Dua orang sahabat bernama Andi dan Budi bersepakat mengumpulkan uang masing-masing orang sebesar Rp100.000,00 untuk berekreasi dengan menyewa kendaraan. Ketika pulang dari tempat wisata dan sampai di rumah masing-masing, tidak ada keuntungan berupa uang namun hanya kemanfaatan yang diperoleh. Hal ini termasuk dalam persekutuan perdata.

Persekutuan perdata (Maatschap) pada dasarnya terbagi atas dua jenis, diantaranya:

  1. Persekutuan Perdata umum, diatur dalam Pasal 1622 KUH Perdata: “Perseroan perdata tak terbatas meliputi apa saja yang akan diperoleh para peserta sebagai hasil usaha mereka selama perseroan itu berdiri.” Persekutuan Perdata ini dapat memiliki kegiatan usaha yang tidak terbatas (bermacam-macam). Pada praktiknya, Persekutuan Perdata ini lebih sering dipakai untuk mendirikan perkumpulan/perhimpunan/persekutuan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
  2. Persekutuan Perdata khusus, diatur dalam Pasal 1623 KUH Perdata: “Perseroan perdata yang terbatas hanya menyangkut barang-barang tertentu, pemakaiannya atau hasil-hasil yang akan diperoleh dari barang-barang itu, mengenai usaha tertentu atau penyelenggaraan suatu perusahaan atau pekerjaan tetap.” Pada praktiknya, Persekutuan Perdata ini lebih sering dipergunakan untuk kegiatan non profit. Bentuk usaha sebagai perwujudan dari Persekutuan Perdata khusus adalah Firma dan CV.

B. Pendirian

Berdasarkan Pasal 1618 KUH Perdata, “Persekutuan perdata adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, yang berjanji untuk memasukkan sesuatu ke dalam perseroan itu dengan maksud supaya keuntungan yang diperoleh dari perseroan itu dibagi di antara mereka.” Perjanjian dalam pasal ini termasuk dalam perjanjian konsensual, yaitu perjanjian yang terjadi karena ada persetujuan kehendak dari para pihak meskipun belum ada inbreng.

Ketentuan perundang-undangan tidak menentukan cara pendirian Persekutuan Perdata namun dalam praktik, diawali dengan akta autentik ataupun akta di bawah tangan. Juga tidak ada ketentuan yang mengharuskan pendaftaran dan pengumuman pada Lembaran Negara. Dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 17 tahun 2018, dinyatakan bahwa Wajib melakukan pendaftaran kepada Menteri Hukum dan HAM atas pendirian Persekutuan Perdata.

C. Hubungan Internal

Perjanjian Persekutuan Perdata tidak mempunyai pengaruh terhadap pihak ketiga dan para anggota yang semata-mata mengatur bagaimana cara kerja sama berlangsung. Hal tersebut juga berlaku dalam pembagian keuntungan, dimana diserahkan sepenuhnya kepada para anggota untuk mengaturnya dalam perjanjian Persekutuan Perdata. Hal ini sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Kebebasan dalam membuat suatu perjanjian tidak mutlak, melainkan terdapat batasan-batasan tertentu yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

Pembatasan mengenai kebebasan dalam mengatur pembagian keuntungan terdapat dalam:

  1. Pasal 1634 KUH Perdata yang menyatakan: “Para peserta tidak boleh berjanji, bahwa jumlah bagian mereka masing-masing dalam perseroan dapat ditetapkan oleh salah seorang dari mereka atau orang lain. Perjanjian demikian harus dianggap dari semula sebagai tidak tertulis dan dalam hal ini harus diperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal 1633.” Persekutuan ini memberikan kesempatan untuk memusyawarahkan apa yang dikehendaki para sekutu maka tidak dibenarkan untuk menyerahkan pengaturan tentang pembagian keuntungan dan kerugian kepada hanya salah seorang di antara para sekutu atau menyerahkan pengaturannya kepada pihak ketiga. Ketentuan larangan menyerahkan pengaturan tentang pembagian keuntungan kepada seorang sekutu maupun kepada pihak ketiga bersifat memaksa sehingga setiap perjanjian yang melanggar tersebut dianggap tidak tertulis atau dianggap tidak ada sehingga berlakulah ketentuan tentang pembagian keuntungan dan kerugian yang telah diatur sebelum pasal ini.
  2. Pasal 1635 KUH Perdata yang menyatakan: “Perjanjian yang memberikan keuntungan saja kepada salah seorang daripada peserta adalah batal. Akan tetapi diperbolehkan diperjanjikan bahwa semua kerugian hanya akan ditanggung oleh salah seorang peserta atau lebih.” Dalam perjanjian persekutuan dilarang untuk memperjanjikan keuntungan yang diperoleh dari persekutuan akan diberikan sepenuhnya kepada seorang sekutu tetapi sebaliknya dapat diperjanjikan bahwa kerugian yang timbul hanya dibebankan kepada seorang sekutu.

D. Pengurusan

Berdasarkan Pasal 1636 KUH Perdata, terdapat pengaturan mengenai pengangkatan pengurus Persekutuan Perdata, yaitu:

  1. Pengangkatan atau penentuan pengurus Persekutuan Perdata dilakukan berbarengan dengan pembuatan akta pendirian. Nama pengurus langsung dicantumkan dalam akta pendirian. Penunjukan pengurus dengan cara ini disebut gerant statutaire, artinya pengurus langsung ditentukan dalam anggaran dasar (statuta) Persekutuan Perdata. Penyebutan pengurus melalui penunjukan ini adalah sekutu statuer.
  2. Penunjukkan pengurus dilakukan setelah akta pendirian selesai dilakukan karena lupa dalam menentukan pengurus secara langsung atau disengaja agar setiap saat pengurus dengan mudah diganti. Penunjukan pengurus seperti itu dilakukan dengan membuat akta khusus dalam pemberian kuasa untuk mengelola/mengurus Persekutuan Perdata. Cara demikian disebut dengan gerant mandataire, yaitu menggunakan akta autentik maupun non autentik.

Berdasarkan cara penunjukan pengurus, terdapat perbedaan kedudukan hukum antara sekutu statuer dengan sekutu mandater, yaitu:

  1. Selama berjalannya Persekutuan Perdata, sekutu statuer tidak dapat diberhentikan kecuali atas dasar alasan hukum, seperti: tidak cakap; kurang seksama (ceroboh); menderita sakit dalam jangka waktu lama; atau keadaan/peristiwa yang tidak memungkinkan seorang sekutu pengurus melaksanakan tugasnya dengan baik.
  2. Pihak yang memberhentikan sekutu statuer adalah Persekutuan Perdata itu sendiri. Atas pemberhentian tersebut, sekutu statuer dapat meminta putusan hakim terkait sah tidaknya putusan tersebut dengan kaidah hukum. Sekutu statuer dapat meminta ganti kerugian apabila pemberhentian tersebut dipandang tidak beralasan.
  3. Sekutu mandater memiliki kedudukan yang sama seperti pemegang kuasa sehingga kekuasaannya dapat sewaktu-waktu dicabut atau atas permintaan sendiri mengundurkan diri dari Persekutuan Perdata. Pencabutan kuasa dapat terjadi sebagai akibat dari dianggap tidak cakap atau melakukan perbuatan yang merugikan persekutuan.

Apabila diantara para sekutu tidak ada yang dianggap cakap sebagai pengurus maka para sekutu dapat menetapkan pihak luar yang dianggap cakap sebagai pengurus. Hal ini dapat dituangkan dalam akta pendirian Persekutuan Perdata atau dalam Perjanjian Khusus.

E. Tanggung Jawab Internal

Para sekutu dapat membuat perjanjian khusus dalam rangka menunjuk salah seorang diantara mereka atau orang luar sebagai pengurus melalui gerant mandataire. Berdasarkan Pasal 1637 KUH Perdata, pengurus yang ditunjuk tersebut berhak melakukan semua tindakan kepengurusan yang dianggap perlu walaupun tidak disetujui oleh beberapa sekutu asalkan dilakukan dengan itikad baik. Jadi pengurus dapat bertindak atas nama Persekutuan dan mengikat para sekutu terhadap pihak ketiga dan sebaliknya pihak ketiga terhadap para mitra selama masa surat kuasa masih berlaku. Selama pengurus yang ditunjuk masih berwenang karena kuasa yang diterima, maka sekutu yang bukan pengurus tidak memiliki kewenangan untuk bertindak atas nama Persekutuan Perdata dan tidak dapat mengikat para sekutu lainnya dengan pihak ketiga.

Bila tidak ada penunjukkan secara khusus mengenai pengurus, Pasal 1639 KUH Perdata menetapkan bahwa setiap sekutu dianggap secara timbal balik telah memberi kuasa supaya salah satu sekutu melakukan pengurusan terhadap yang lain, bertindak atas nama Persekutuan Perdata dan atas nama mereka. Jadi berkenaan dengan tanggung jawab internal antar sekutu, kecuali dibatasi secara tegas dalam perjanjian pendirian Persekutuan Perdata, setiap sekutu berhak bertindak atas nama Persekutuan Perdata dan mengikat para sekutu terhadap pihak ketiga dan pihak ketiga terhadap sekutu.

F. Tanggung Jawab Eksternal

Berdasarkan Pasal 1642 s.d. 1645 KUH Perdata, pertanggungjawaban sekutu adalah sebagai berikut:

  1. Pada asasnya, bila seorang sekutu Persekutuan Perdata mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga maka sekutu yang bersangkutan sajalah yang bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan dengan pihak ketiga walaupun sekutu tersebut mengatakan bahwa perbuatan tersebut untuk kepentingan Persekutuan. Perbuatan sekutu tersebut baru mengikat sekutu lainnya apabila: nyata-nyata ada surat kuasa dari sekutu-sekutu lain; atau keuntungannya telah nyata-nyata dinikmati oleh Persekutuan.
  2. Bila beberapa orang sekutu mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga maka para sekutu itu dapat dipertanggungjawabkan sama rata meskipun imbreng mereka tidak sama kecuali bila dalam perjanjian yang dibuatnya dengan pihak ketiga itu dengan tegas ditetapkan imbangan pertanggungjawaban masing-masing sekutu yang turut mengadakan perjanjian itu.
  3. Bila seorang sekutu mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga atas nama Persekutuan maka Persekutuan dapat langsung menggugat pihak ketiga itu tanpa diperlukan adanya pemberian kuasa dari sekutu-sekutu lain.

G. Persekutuan Perdata bukan Badan Hukum

Bila ditinjau dari sudut pertanggungjawaban, dapat disimpulkan bahwa Persekutuan Perdata bukanlah badan hukum karena bila dikategorikan sebagai badan hukum maka seorang sekutu yang melakukan perbuatan atas nama Persekutuan maka Persekutuan yang terikat dengan pihak ketiga dan bukan sekutu yang berbuat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1644 KUH Perdata. Persekutuan Perdata dapat dikategorikan menjadi badan hukum apabila memenuhi persyaratan: Pengesahan dari Menteri; Pendaftaran dalam Daftar Perusahaan; dan Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia

H. Pembubaran

Ketentuan hukum pembubaran Persekutuan Perdata diatur dalam Pasal 1646 s.d 1652 KUH Perdata, diantara adalah:

  1. Lampaunya waktu untuk mana Persekuan Perdata itu didirikan;
    Bila Persekutuan Perdata sejak semula didirikan untuk waktu tertentu namun diteruskan oleh para sekutu melampaui waktu tersebut maka kemudian secara hukum Persekutuan Perdata itu didirikan untuk jangka waktu yang tidak tertentu.
  2. Musnahnya barang atau telah diselesaikannya usaha yang menjadi tugas pokok Persekutuan Perdata itu;
  3. Kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu; dan
    Dalam kasus pengunduran diri tidak dapat terjadi sebelum waktu yang ditunjuk kecuali semua mitra setuju atau ada perintah pengadilan yang diberikan untuk alasan yang diperkenankan, seperti tidak cakap atau sakit berat. Berdasarkan Pasal 1649 KUH Perdata, pengunduran diri harus pada waktunya dan dengan itikad baik.
  4. Salah seorang sekutu meninggal dunia atau dibawah pengampuan atau dinyatakan pailit.

Artikel lain mengenai Persekutuan Perdata dapat dibaca di sini

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 10 Juli 2023 inci Hukum Perusahaan

 

PERSEKUTUAN FIRMA

A. Pengertian

Menurut Pasal 16 KUH Dagang, Persekutuan Firma ialah tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama. Dari ketentuan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa Persekutuan Firma merupakan Persekutuan Perdata yang bersifat khusus.

Terdapat tiga unsur mutlak yang dimiliki Persekutuan Firma, diantaranya sebagai berikut:

  1. Menjalankan Perusahaan
    Persekutuan Firma harus menjalankan perusahaan dalam rangka mencapai keuntungan atau laba. Di samping itu, aktivitas menjalankan perusahaan haruslah bersifat terus menerus, tetap, dan harus memelihara pembukuan.
  2. Dengan nama bersama
    Mengacu kepada Pasal 16 KUH Dagang dan yurisprudensi, ditentukan bahwa nama bersama dapat diambil atau berdasarkan:
    a. Nama dari salah seorang sekutu, misalnya: “Firma Hermawan”.
    b. Nama dari salah seorang sekutu dengan tambahan, misalnya: “Firma Hermawan dan Rekan”.
    c. Kumpulan nama dari semua atau sebagian sekutu, misalnya: “Firma Hukum ANEK”. ANEK merupakan singkatan nama beberapa sekutu yakni Andika, Nelson, Elias, dan Kurniawan.
    d. Nama lain selain di atas, yang menyebutkan tujuan perusahaannya, misalnya: “Firma Perdagangan Cengkeh”.
    Para sekutu bebas untuk memilih nama Persekutuan Firma namun dibatasi dalam koridor nama yang dipilih tidak menyamai atau hampir menyamai nama Firma lain yang sudah ada guna menghindari kebingungan oleh pihak lain.
  3. Pertanggungjawaban sekutu yang bersifat pribadi untuk keseluruhan (tanggung renteng – diatur dalam Pasal 18 KUH Dagang)
    Setiap sekutu Firma memiliki hak dan tanggung jawab yang sama. Seorang sekutu yang melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga akan secara serta merta mengikat sekutu yang lainnya sehingga sekutu-sekutu Firma yang lain ikut bertanggung jawab secara tanggung renteng hingga harta pribadi masing-masing. Hal ini merupakan wujud kebersamaan yang berlaku dan menjadi ciri khas Firma serta dalam rangka melindungi kepentingan pihak ketiga.

B. Pendirian Firma

Berdasarkan Pasal 16 KUH Dagang jo Pasal 1618 KUH Perdata, pendirian Firma tidak mensyaratkan adanya akta namun dalam Pasal 22 KUH Dagang mengharuskan pendirian Firma dengan akta autentik. Pasal 22 KUH Dagang tidak mengatur sanksi apabila dalam pendirian Firma tidak menggunakan akta autentik. Hal ini menunjukkan bahwa akta autentik bukan menjadi syarat mutlak bagi pendirian Firma. Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 17 Tahun 2018, pendaftaran pendirian Firma wajib mengunggah Akta Pendirian sehingga menurut hemat penulis, akta autentik merupakan kewajiban dalam pendirian Firma.

Apabila pendirian Firma telah dibuat akta maka akta tersebut didaftarkan ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat dan kemudian diikuti dengan pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia. Selain itu, untuk memulai kegiatan usaha, Firma harus mengantongi beberapa surat izin dari Pemerintah Daerah.

Kewajiban untuk mendaftarkan dan mengumumkan merupakan keharusan yang memiliki konsekuensi akan sanksi. Selama belum didaftarkan dan diumumkan maka pihak ketiga dapat menganggap Firmas sebagai Persekutuan Perdata yang dikategorikan umum, yaitu Persekutuan Perdata yang menjalankan segala macam urusan, didirikan untuk waktu yang tidak terbatas, dan tidak ada seorang sekutupun yang dikecualikan dari kewenangan bertindak dan menandatangani surat bagi Persekutuan Firma (Pasal 29 KUH Dagang).

C. Hubungan Internal

Pada prinsipnya, para sekutu Firma memiliki hubungan yang setara satu sama lain. Dengan kata lain, semua sekutu Firma merupakan pengurus Firma dan dapat melakukan hubungan hukum keluar untuk dan atas nama Firma. Hal ini disebabkan Firma memiliki sifat kebersamaan. Perbuatan hukum salah seorang sekutu Firma dengan pihak ketiga akan mengikat sekutu-sekutu lainnya. Oleh sebab itulah tanggung jawab para sekutu dalam Firma bersifat pribadi untuk keseluruhan (tanggung renteng). Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan para sekutu menyepakati dalam akta pendirian mengenai sekutu tertentu yang menjadi pengurus dan menetapkan sekutu tertentu yang menjadi pemegang kuasa untuk melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga termasuk mewakili Firma di forum pengadilan.

Pengaturan mengenai hubungan antar sekutu Firma tidak ditemukan dalam KUH Dagang oleh karenanya hal ini kembali merujuk ketentuan Persekutuan Perdata pada Pasal 1624 s.d 1641 KUH Perdata.

D. Pengurusan

Pengurus Persekutuan Firma harus ditentukan dalam perjanjian pendirian Firma (gerant statuire). Apabila hal itu tidak diatur maka harus diatur secara tersendiri dalam suatu akta (gerant mandataire) yang juga harus didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Pendaftaran dan pengumuman penting agar pihak ketiga dapat mengetahui siapa-siapa yang menjadi pengurus Firma dan dengan siapa pihak ketiga akan mengadakan hubungan hukum.

Keberadaan pengurus dalam Firma tidak membawa konsekuensi pada tanggung jawa seperti yang berlaku dalam CV. Tanggung jawab diantara para sekutu Firma adalah sama, baik secara internal maupun eksternal dengan pihak ketiga.

Kemungkinan dalam Firma ada pemisahan antara pihak pengurus dengan pihak yang mewakili Firma untuk bertindak keluar (pemegang kuasa). Seorang sekutu Firma berdasarkan Pasal 17 KUH Dagang dapat dilarang bertindak keluar. Apabila larangan itu tidak ada maka tiap sekutu dapat mewakili Firma yang mengikat sekutu-sekutu lainnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 KUH Dagang, asalkan tindakan sekutu yang bersangkutan ditujukan untuk kepentingan Firma. Sedangkan tindakan yang bersifat penguasaan harus ada kata sepakat dari semua sekutu.

Menurut beberapa yurisprudensi, tindakan pengurusan sebenarnya mencakup di dalamnya tindakan di muka hakim bagi kepentingan Firma sepanjang hal itu ada kaitannya dengan pekerjaan pengurus sehari-hari. Kecuali bila ada pembatasan dalam perjanjian pendirian Firma bahwa tindakan di muka hakim termasuk tindakan yang patut dikuasakan.

E. Tanggung Jawab Sekutu Baru

Persekutuan Firma dimungkinkan menambah sekutu asalkan berdasarkan persetujuan bulat semua sekutu lama, sebagaimana diatur dalam Pasal 1641 KUH Perdata. Diharapkan ketentuan mengenai keluar masuknya sekutu diatur dalam akta autentik Firma.

Penggantian kedudukan sekutu lama selama sekutu yang akan digantikan masih hidup, pada prinsipnya tidak diperkenankan kecuali hal tersebut diatur dalam perjanjian pendirian Firma. Pertanyaan timbul pada saat Firma memiliki hutang, apakah sekutu baru berdasarkan Pasal 18 KUH Dagang juga ikut bertanggung jawab secara pribadi atas hutang yang telah ada? Beberapa pendapat menjawab pertanyaan ini, diantaranya adalah:

  1. Polak berpendapat bahwa sekutu baru tidak boleh diminta bertanggung jawab atas hutang Firma yang telah ada sebab sekutu baru tidak pernah memberi kuasa kepada sekutu-sekutu lama untuk mewakilinya dalam hubungan hukum yang telah dibuat kecuali apabila sekutu baru telah menyetujui sendiri tentang tanggung jawab terhadap utang Firma yang telah ada sebelum bergabung.
  2. Eggens berpendapat bahwa pertanggung jawaban sekutu baru terhadap utang Firma yang telah ada pada saat sekutu baru bergabung adalah sudah selayaknya.
  3. Soekardono berpendapat bahwa pertanggungjawaban itu sudah semestinya karena keuntungan-keuntungan yang dapat diharapkan oleh sekutu baru.

Bagaimana halnya apabila sekutu yang telah keluar dari Firma diminta bertanggung jawab terhadap utang Firma yang belum dilunasi pada saat sekutu tersebut keluar? Van Ophuijsen dan Polak berpendapat bahwa sekutu yang sudah keluar dari Firma tetap bertanggung jawab terhadap hutang Firma yang belum dilunasi karena tanggung jawab terhadap hutang tidak dapat ditiadakan dengan perbuatan sepihak dari sekutu bersangkutan dengan cara keluar dari Firma.

F. Hubungan Eksternal

Tiap sekutu dalam Firma memiliki kewenangan mengadakan hubungan atau perikatan dengan pihak ketiga untuk kepentingan persekutuan, kecuali apabila sekutu itu dikeluarkan dari kewenangan tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 KUH Dagang. Bila tidak ada sekutu yang dikeluarkan dari kewenangan untuk mengadakan perbuatan hukum maka dapat dianggap bahwa tiap sekutu saling memberikan kuasa umum bagi dan atas nama semua sekutu untuk melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga. Hal ini mencakup semua perbuatan hukum, termasuk tindakan-tindakan di muka hakim.

Berdasarkan asas kewenangan mewakili berarti semua sekutu turut terikat oleh perbuatan hukum seorang sekutu terhadap pihak ketiga atas kepentingan Firma. Hal ini menyebabkan asas pertanggungjawaban sekutu adalah tanggung renteng, termasuk perikatan yang timbul karena perbuatan melawan hukum. Sekutu Firma yang melakukan perbuatan melanggar hukum dapat dituntut mengganti kerugian oleh Firma berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata.

Perbandingan pertanggungjawaban sekutu pada empat badan usaha terhadap pihak ketiga adalah sebagai berikut:

  1. Bagi sekutu dalam Persekutuan Perdata, tanggung jawab pribadi terbatas pada perikatan yang telah dibuatnya sendiri kecuali sekutu bersangkutan telah menerima kuasa dari sekutu-sekutu lainnya atau keuntungan dari adanya perikatan itu telah dinikmati oleh persekutuan (Pasal 1642 jo Pasal 1644 KUH Perdata).
  2. Bagi sekutu pada Persekutuan Firma, pada umumnya bertanggung jawab secara tanggung renteng, artinya untuk seluruh perikatan yang telah dibuat oleh sekutu itu sendiri dan para sekutu lainnya bagi kepentingan persekutuan (Pasal 18 KUH Dagang).
  3. Bagi sekutu pada Persekutuan Komanditer (CV), tanggung jawab pada pihak ketiga berlaku hanya pada semua sekutu pengurus (sekutu komplementer) saja sedangkan pada sekutu pasif (sekutu komanditer) dibebaskan kecuali sekutu komanditer melakukan pelanggaran dalam bentuk mencampuri wewenang sekutu aktif dalam pengelolaan persekutuan sehingga akibatnya semua sekutu pasif wajib secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruhnya, baik hutang maupun semua perikatan dari persekutuan (Pasal 21 KUH Dagang).
  4. Bagi seorang persero atau pemegang saham pada Perseroan Terbatas (PT), tanggung jawabnya terbatas pada jumlah penuh dari saham-sahamnya (Pasal 10 ayat (2) KUH Dagang.

G. Pembubaran Firma

Pembubaran Firma pada dasarnya berlaku ketentuan yang sama dengan pembubaran Persekutuan Perdata karena Firma merupakan bagian dari Persekutuan Perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 16 KUH Dagang. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 1646 s.d 1652 KUH Perdata dan ditambah Pasal 31 s.d 35 KUH Dagang.

Pembubaran Firma dapat berpedoman dalam ketentuan KUH Dagang karena KUH Dagang merupakan lex specialis derogate lex generalis dibandingkan KUH Perdata. Syarat pembubaran Firma dalam KUH Dagang lebih ditujukan kepada kepentingan pihak ketiga, diantaranya adalah sebagai berikut:

Ayat (1) menyatakan bahwa “Membubarkan Firma sebelum waktu yang ditentukan dalam perjanjian pendirian atau sebagai akibat pengunduran diri atau pemberhentian, begitu juga memperpanjang waktu sehabis waktu yang telah ditentukan dan mengadakan perubahan-perubahan dalam perjanjian-perjanjian semula yang penting bagi pihak ketiga, semua itu harus dilakukan dengan akta autentik, didaftarkan seperti tersebut di atas dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI.”

Ayat (2) menyatakan bahwa “Kelalaian dalam pendaftaran dan pengumuman tersebut berakibat tidak berlakunya pembubaran, pengunduran diri, pemberhentian atau perubahan tadi terhadap pihak ketiga.”

Ayat (3) menyatakan bahwa “Bila kelalaian mengenai “perpanjangan waktu” maka berlakulah ketentuan Pasal 29 KUH Dagang yakni pihak ketiga dapat menganggap bahwa persekutuan itu berlaku untuk jangka waktu yang tidak ditentukan; mengenai semua jenis usaha perniagaan; dan tidak ada sekutu yang dikeluarkan dari kewenangan untuk bertindak keluar.”

H. Kelebihan dan Kekurangan Firma

Kelebihan Firma adalah:

  1. Kemampuan manajemen lebih besar karena ada pembagian kerja di antara para sekutunya.
  2. Kebutuhan modal lebih mudah terpenuhi karena tidak hanya bersumber dari satu orang saja seperti Usaha Dagang.
  3. Para sekutu Firma memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dan setara.
  4. Semua sekutu pada dasarnya adalah pengurus Firma walaupun terdapat pengurus yang ditunjuk.

Selain memiliki kelebihan, Firma juga memiliki kekurangan, diantaranya adalah:

  1. Tanggung jawab sekutu tidak terbatas karena bersifat tanggung renteng.
  2. Setiap sekutu dapat mengikat Firma dengan pihak ketiga, terdapat kemungkinan seorang sekutu yang tidak memiliki integritas melakukan perbuatan hukum yang dapat merugikan Firma.
  3. Kerugian yang disebabkan oleh seorang sekutu harus ditanggung bersama oleh sekutu lainnya.
  4. Kelangsungan hidup Firma tidak menentu karena sifat tanggung renteng bagi para sekutu.

Artikel lain mengenai Firma dapat dibaca di sini

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 8 Juli 2023 inci Hukum Perusahaan

 

PERSEKUTUAN KOMANDITER

A. Pengertian

Berdasarkan Pasal 19 KUH Dagang, Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap) adalah persekutuan yang didirikan oleh satu orang atau lebih yang secara tanggung menanggung, bertanggung jawab untuk seluruhnya (solider) pada pihak pertama (sekutu komplementer) dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang (sekutu komanditer) pada pihak lain. Sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan uang atau barang sebagai pemasukan pada persekutuan sedangkan dia tidak turut campur dalam mengurus atau mengelola persekutuan. Status seorang sekutu komanditer dapat disamakan dengan seseorang yang menitipkan modal pada suatu perusahaan, yang hanya menantikan hasil keuntungan dari modal tersebut.

Adanya pembedaan sekutu pada Persekutuan Komanditer membawa konsekuensi pada pembedaan tanggung jawab yang dimiliki oleh masing-masing sekutu, diantaranya:

  1. Sekutu komanditer adalah sekutu yang tidak bertanggung jawab pada pengurusan persekutuan, sekutu ini hanya menempatkan modal (uang atau barang) pada persekutuan dan mempunyai hak mengambil bagian dalam aset persekutuan bila ada untung sebesar nilai kontribusinya. Demikian juga, dia akan menanggung kerugian sebesar nilai kontribusinya.
  2. Sekutu komplementer adalah sekutu pengurus yang bertanggung jawab atas jalannya persekutuan bahkan bertanggung jawab sampai kepada harta pribadinya.

Berdasarkan KUH Dagang, sekutu komanditer disebut juga dengan sekutu pelepas uang (geldschieter). Istilah geldschieter dan commanditaire dalam Pasal 19 ayat (1) KUH Dagang dapat menimbulkan kesalahpahaman. Pada dasarnya kedua istilah tidak dapat disamakan. Geldschieter memiliki maksud meminjamkan uang dan pada saat tertentu ia bisa berkedudukan sebagai penagih (schuldeiser). Padahal sekutu komanditer bukanlah peminjam uang atau penagih karena sekutu komanditer adalah peserta dalam persekutuan yang memikul hak dan kewajiban untuk mendapatkan keuntungan atau memikul kerugian menurut jumlah inbreng yang dimaksudkan. Perbedaan yang paling jelas adalah bahwa sekutu komanditer dapat memikul untung dan rugi sedangkan peminjam uang atau penagih tidaklah dibebani dengan kerugian.

B. Hubungan Internal

Hubungan internal antara sekutu komplementer dengan sekutu komanditer terdapat perbedaan, dimana sekutu komplementer selain memasukkan uang atau benda ke dalam persekutuan juga memasukkan tenaga dalam rangka menjalankan persekutuan. Di samping itu, sekutu komplementer juga memikul tanggung jawab tidak terbatas atas kerugian yang diderita persekutuan dalam usahanya kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian persekutuan.


Sekutu komanditer yang memasukkan uangnya dalam persekutuan bermaksud untuk mendapatkan keuntungan. Sebaliknya jika persekutuan menderita kerugian maka sekutu komanditer juga ikut memikulnya akan tetapi tidak boleh melebihi dari jumlah modal yang dimasukkannya. Demikian halnya bila ternyata sekutu komanditer telah menerima keuntungan dari persekutuan maka ia tidak boleh diminta kembali jumlah keuntungan yang telah ia terima sebagaimana diatur dalam Pasal 1625 KUH Perdata dan Pasal 20 ayat (3) KUH Dagang.


Sekutu komanditer tidak diperkenankan menjadi sekutu pengurus atau bekerja dalam perusahaan termasuk dengan surat kuasa (Pasal 20 ayat (2) KUH Dagang) dan bahkan penggunaan namanya dilarang menurut Undang-Undang. Hal ini dapat dimengerti karena para sekutu komanditer tidak bertanggung jawab dalam pengurusan CV dan mereka hanya bertanggung jawab terbatas sesuai dengan jumlah uang yang dimasukkan. Sekutu komanditer dapat melakukan pengawasan atas pengurusan CV apabila hal itu ditetapkan dalam perjanjian pendirian CV. Pengawasan tersebut hanya bersifat internal dan tidak boleh dilakukan sedemikian rupa sehingga memberikan suatu kesan seakan-akan ia sebagai sekutu pengurus. Dalam perjanjian pendirian CV dapat ditetapkan bahwa terdapat hal-hal tertentu yang sangat penting dalam pengurusan persekutuan maka diharuskan adanya persetujuan dari para sekutu komanditer. Menurut Pasal 21 KUH Dagang, sanksi terhadap pelanggaran Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), terikat semua utang dan perikatan dari persekutuan secara perseorangan untuk semuanya.

C. Hubungan Eksternal

Hanya sekutu komplementer yang dapat melakukan tindakan, baik tindakan mengurus persekutuan maupun tindakan hukum atas nama persekutuan dengan pihak ketiga. Sedangkan sekutu komanditer hanya memiliki hubungan internal saja dengan sekutu komplementer namun tidak memiliki wewenang dalam melakukan tindakan hukum atas nama persekutuan dengan pihak ketiga. Hal ini disebabkan kedudukan sekutu komanditer yang hanya bertanggung jawab terbatas pada persekutuan sebesar jumlah pemasukannya dan berkewajiban melunasi pemasukan tersebut sebagaimana telah dijanjikan untuk dimasukkan dalam persekutuan.

D. Kedudukan Hukum

Persekutuan komanditer tidak diatur secara khusus oleh Undang-Undang, baik dalam KUH Perdata maupun KUH Dagang namun pengaturannya mengacu dan tunduk pada ketentuan maatschap dalam KUH Perdata dan Persekutuan Firma dalam KUH Dagang. Bila Persekutuan Firma diatur dalam Pasal 16 s.d. 35 KUH Dagang maka lima pasal diantaranya yakni Pasal 19, 20, 21, 30 ayat (2), dan 32 KUH Dagang merupakan aturan mengenai CV. Hal itulah sebabnya Pasal 19 KUH Dagang menyebutkan bahwa Persekutuan Komanditer sebagai bentuk lain dari Firma yaitu Firma yang lebih sempurna dan memiliki sekutu komanditer.

E. Pembubaran

Pembubaran CV sama dengan Firma, yaitu harus dilakukan dengan akta autentik yang dibuat di muka notaris, didaftarkan di kepaniteraan pengadilan negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI. Setiap pembubaran CV memerlukan pemberesan, baik mengenai keuntungan maupun kerugian. Pemberesan keuntungan dan kerugian dilakukan menurut ketentuan dalam anggaran dasar. Apabila dalam anggaran dasar tidak ditentukan, berlakulah ketentuan Pasal 1633 s.d 1635 KUH Perdata.


Apabila pemberesan telah selesai dilakukan ternyata masih ada sisa sejumlah uang, sisa uang tersebut dibagikan kepada semua sekutu menurut perbandingan pemasukan (inbreng) masing-masing. Jika setelah pemberesan terdapat kekurangan (kerugian) maka penyelesaian atas kerugian tersebut juga dilakukan menurut perbandingan pemasukan masing-masing.

Artikel lain mengenai Persekutuan Komanditer dapat dibaca di sini

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 6 Juli 2023 inci Hukum Perusahaan

 

BADAN HUKUM

A. Pengertian

Terdapat dua macam subjek hukum dalam ranah ilmu hukum, yaitu:

  1. Natuurlijke Persoon (natural person) yaitu manusia pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 1329 KUH Perdata.
  2. Rechtpersoon (legal entity) yaitu badan atau perkumpulan yang didirikan sah yang berkuasa melakukan perbuatan-perbuatan perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 1654 KUH Perdata.

KUH Perdata dalam Pasal 1653 menyebutkan jenis-jenis perkumpulan atau badan hukum sebagai berikut:

  1. Perkumpulan yang diadakan oleh kekuasaan umum.
  2. Perkumpulan yang diakui oleh kekuasaan umum.
  3. Perkumpulan yang diperkenankan atau untuk suatu maksud tertentu yang tidak berlawanan dengan undang-undang atau kesusilaan.

Berdasarkan materinya, badan hukum terbagi atas:

  1. Badan Hukum Publik (publiekrecht) yaitu badan hukum yang mengatur hubungan antara negara dan/atau aparatnya dengan warga negara yang menyangkut kepentingan umum/publik, seperti hukum pidana, hukum tata negara dll. Contoh badan hukum publik adalah negara, pemerintah daerah, lembaga negara dll.
  2. Badan Hukum Privat (privaatrecht) yaitu perkumpulan orang yang mengadakan kerja sama dan merupakan satu kesatuan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum. Badan hukum privat dapat dibagi menjadi dua macam, diantaranya adalah:
    a. Badan hukum Eropa, seperti Perseroan Terbatas, Yayasan.
    b. Badan hukum Indonesia, seperti: Mesjid, Gereja

B. Teori Badan Hukum

Teori badan hukum pada prinsipnya berpusat pada dua pandangan, yaitu:

  1. Pandangan yang menganggap bahwa badan hukum itu sebagai wujud yang nyata, artinya nyata dengan panca indera manusia itu sendiri. Akibatnya badan hukum tersebut disamakan atau identik dengan organ-organ yang mengurus badan hukum itu dan mereka inilah yang dianggap sebagai persoon.
  2. Pandangan yang menganggap bahwa badan hukum itu tidak sebagai wujud yang nyata tetapi badan hukum itu hanya merupakan manusia yang berdiri di belakang badan hukum tersebut. Akibatnya jika badan hukum tersebut melakukan kesalahan maka itu adalah kesalahan manusia-manusia yang berdiri di belakang badan hukum tersebut secara bersama-sama.

Teori mengenai Badan Hukum diantaranya adalah:

  1. Teori Fiksi, yang dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny (1779 s.d 1861). Menurut teori ini, hanya manusia saja yang mempunyai kehendak sedangkan badan hukum adalah suatu abstraksi, bukan merupakan suatu hal yang kongkret. Karena hanya merupakan abstraksi maka tidak mungkin menjadi suatu subjek dari hubungan hukum sebab hukum memberi hak-hak kepada yang bersangkutan suatu kekuasaan dan menimbulkan kehendak berkuasa.
  2. Teori Organ, yang dipelopori oleh Otto von Gierke (1841 s.d 1921). Menurut teori ini badan hukum itu seperti manusia, menjadi penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum. Badan hukum itu menjadi suatu “verband persoonlichkeit”, yaitu suatu badan yang membentuk kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ-organ badan tersebut, misalnya anggota maupun pengurusnya yang merupakan manusia. Apa yang mereka putuskan adalah kehendak dari badan hukum.
  3. Teori Kekayaan Bersama, yang dipelopori oleh Rudolf von Jhering (1818 s.d 1892). Menurut teori ini badan hukum adalah kumpulan manusi sehingga kepentingan badan hukum adalah kepentingan seluruh anggotanya. Badan hukum bukan abstraksi dan bukan organime sehingga hakikatnya hak dan kewajiban badan hukum adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Mereka bertanggung jawab bersama-sama. Harta kekayaan badan hukum adalah milik (eigendom) bersama seluruh anggota. Para anggota yang berhimpin adalah suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang disebut badan hukum. Karena itu, badan hukum hanyalah suatu konstruksi yuridis belaka.
  4. Teori Kekayaan Yuridis, yang dipelopori oleh E.M. Meijers. Menurut teori ini badan hukum merupakan suatu realitas, konkret, riil walaupun tidak dapat diraba tetapi suatu kenyataan yuridis. Teori ini disebut teori kenyataan yang sederhana karena menekankan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia itu terbatas sampai pada bidang hukum saja.
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 5 Juli 2023 inci Hukum Perusahaan