RSS

PENYERAHAN DALAM PPN

02 Apr

Berdasarkan Pasal 3A ayat (1) Undang-Undang PPN, Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang. Berdasarkan ketentuan tersebut, terdapat 3 bahasan utama yang akan dibahas, yaitu: penyerahan, Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dan terakhir adalah Pengusaha Kecil. Pembahasan pertama terkait PPN adalah penyerahan.

Berdasarkan Pasal 1A ayat (1) Undang-Undang PPN, termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:

1. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;

Yang dimaksud dengan “Perjanjian” meliputi jual beli, tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang. Termasuk dalam pengertian penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian merupakan penyerahan agunan oleh kreditur kepada Pembeli. Agunan merupakan Barang Kena Pajak yang diambil alih oleh kreditur berdasarkan: hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah; jaminan fidusia; hipotek; gadai; atau pembebanan sejenis lainnya.

Contoh 1:
Sehubungan dengan tidak dapat diselesaikannya kewajiban Tuan A sebagai debitur kepada Bank B sebagai kreditur, Bank B melakukan eksekusi agunan berupa kavling tanah milik Tuan A berdasarkan hak tanggungan atas tanah tersebut. Bank B melakukan penjualan kavling tanah tersebut kepada Tuan C sebagai Pembeli melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan. Penjualan kavling tanah oleh Bank B kepada Tuan C termasuk penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

Contoh 2:
PT D sebagai kreditur merupakan perusahaan pembiayaan yang melakukan eksekusi objek pembiayaan berupa sepeda motor dari Tuan E sebagai debitur berdasarkan jaminan fidusia. PT D melakukan penjualan sepeda motor tersebut kepada Tuan F sebagai Pembeli melalui penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan harga antara PT D dan Tuan E sebelum agunan dijual. Penjualan sepeda motor oleh PT D kepada Tuan F termasuk penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

2. pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing);

Berdasarkan Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80, Sewa beli (Hire Purchase) adalah Jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga yang telah disepakati bersama dan diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli setelah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual.

Yang dimaksud dengan “pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa guna usaha (leasing)” adalah penyerahan Barang Kena Pajak yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi. Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi, Barang Kena Pajak dianggap diserahkan langsung dari Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) kepada pihak yang membutuhkan barang (lessee).

3. penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;

Yang dimaksud dengan “pedagang perantara” adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu, misalnya komisioner.

Yang dimaksud dengan “juru lelang” adalah juru lelang Pemerintah atau yang ditunjuk oleh Pemerintah. Penyerahan Barang Kena Pajak melalui penyelenggara lelang termasuk penyerahan Barang Kena Pajak yang tidak diketahui dengan pasti pemiliknya.

4. pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;

Yang dimaksud dengan “pemakaian sendiri” adalah pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri.

Yang dimaksud dengan “pemberian cuma-cuma” adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, seperti pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.

5. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;

Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, disamakan dengan pemakaian sendiri sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak.

Dikecualikan dari ketentuan ini adalah penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan karena tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.

6. penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;

Dalam hal suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak. Yang dimaksud dengan “pusat” adalah tempat tinggal atau tempat kedudukan. Yang dimaksud dengan “cabang” antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan tempat kegiatan usaha sejenisnya.

Tempat kegiatan yang semata-mata melakukan pembelian atau pengumpulan bahan baku tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila:
a. tempat tersebut digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak untuk melakukan kegiatan pembelian atau pengumpulan Barang Kena Pajak (dalam hal ini bahan baku) guna menjaga ketersediaan bahan baku yang diperlukan dalam kegiatan produksi Pengusaha Kena Pajak ditempat kegiatan usahanya (pabrik); dan
b. semata-mata hanya melakukan penyerahan bahan baku yang dibeli atau dikumpulkannya tersebut ke tempat kegiatan usahanya (pabrik) dan tidak melakukan penyerahan kepada pihak lain; serta
c. tidak melakukan kegiatan usaha.

7. penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.

Dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia dana untuk membeli sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A atas pesanan nasabah bank syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip syariah, bank syariah harus membeli dahulu kendaraan bermotor tersebut dan kemudian menjualnya kepada Tuan B, berdasarkan Undang-Undang ini, penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada Tuan B.

Berdasarkan Pasal 1A ayat (1) Undang-Undang PPN, tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:

1. penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

Yang dimaksud dengan “makelar” adalah makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yaitu pedagang perantara yang diangkat oleh Presiden atau oleh pejabat yang oleh Presiden dinyatakan berwenang untuk itu. Mereka menyelenggarakan perusahaan mereka dengan melakukan pekerjaan dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja.

2. penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang;

Ketentuan ini juga berlaku atas penyerahan Barang Kena Pajak dalam skema transaksi pembiayaan syariah, sepanjang Barang Kena Pajak tersebut pada akhirnya diserahkan kembali kepada pihak yang semula menyerahkannya.


Yang dimaksud dengan “penyerahan Barang Kena Pajak dalam skema transaksi pembiayaan syariah” antara lain:

a. penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka penerbitan sukuk, termasuk penyerahan Barang Kena Pajak ke dan dari perusahaan penerbit sukuk (special purpose entity); dan

Barang Kena Pajak yang diserahkan dalam rangka penerbitan sukuk merupakan aset sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal syariah.

Contoh penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka penerbitan sukuk:

PT A sebagai emiten menerbitkan sukuk ijarah yang didasarkan pada objek ijarah berupa kendaraan sebagai underlying dan pada saat yang bersamaan investor menyerahkan sejumlah dana kepada PT A. Atas penerbitan sukuk tersebut, PT A mengalihkan kendaraan kepada investor dan investor menerima manfaat objek ijarah dari PT A. PT A melakukan pembayaran sewa berupa cicilan fee ijarah secara periodik sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan beserta sisa fee ijarah pada saat jatuh tempo sukuk. Investor mengalihkan kendaraan kepada PT A pada saat jatuh tempo sukuk.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penyerahan kendaraan yang merupakan objek ijarah dalam rangka penerbitan sukuk oleh: PT A kepada investor pada saat penerbitan sukuk; dan investor kepada PT A pada saat jatuh tempo sukuk, tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak.

b. penyerahan Barang Kena Pajak dalam skema perdagangan komoditi berdasarkan prinsip syariah di bursa komoditi dengan mekanisme perdagangan dengan penjualan lanjutan di pasar komoditi syariah, yang terjadi dalam rangka memenuhi prinsip syariah.

Contoh perdagangan dengan penjualan lanjutan di pasar komoditi syariah:

Tuan A sebagai nasabah Bank Syariah B mengajukan permohonan pinjaman sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada Bank Syariah B yang merupakan peserta komersial di pasar komoditi syariah. Atas permohonan tersebut, dalam rangka memenuhi prinsip syariah, Bank Syariah B membeli Crude Palm OiI (CPO) dari anggota kelompok pedagang C yang terdiri atas pedagang 1, pedagang 2, dan pedagang 3 yang merupakan peserta pedagang komoditi di pasar komoditi syariah. Salah satu anggota kelompok pedagang C menyerahkan CPO kepada Bank Syariah B dan Bank Syariah B melakukan pembayaran sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada anggota kelompok pedagang C. Kemudian, Bank Syariah B menjual CPO tersebut senilai Rp110.000.000,00 (seratus sepuluh juta rupiah) kepada Tuaan A dan Tuan A membayar secara angsuran selama 1 (satu) tahun sesuai kesepakatan dalam akad murabahah. Selanjutnya, Tuan A menjual CPO tersebut kepada anggota kelompok pedagang C seharga Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sehingga CPO yang menjadi objek perdagangan komoditi berdasarkan prinsip syariah kembali kepada pihak yang sama yaitu anggota kelompok pedagang C.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penyerahan CPO oleh: anggota kelompok pedagang C kepada Bank Syariah B; Bank Syariah B kepada Tuan A; dan Tuan A kepada anggota kelompok pedagang C, tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak.

Dalam hal pemilik asal CPO tidak mendapatkan kembali CPO dalam jumlah dan nilai yang sama maka transaksi tersebut termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.

3.penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang dalam hal pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang;

Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat kegiatan usaha, baik sebagai pusat maupun cabang perusahaan, dan Pengusaha Kena Pajak tersebut telah menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak, pemindahan Barang Kena Pajak dari satu tempat kegiatan usaha ke tempat kegiatan usaha lainnya (pusat ke cabang atau sebaliknya atau antarcabang) dianggap tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, kecuali pemindahan Barang Kena Pajak antartempat pajak terutang.

4. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, serta pengalihan Barang Kena Pajak untuk tujuan setoran modal pengganti saham, dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak; dan

Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, serta pengalihan Barang Kena Pajak untuk tujuan setoran modal pengganti saham, yang dilakukan oleh:

a. Pengusaha Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak lainnya, tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sehingga tidak ada Pajak Pertambahan Nilai yang terutang;

b. pengusaha yang belum atau tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sehingga terdapat Pajak Pertambahan Niiai yang terutang namun tidak dipungut oleh pengusaha tersebut karena belum atau tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; atau

c. Pengusaha Kena Pajak kepada pengusaha yang belum atau tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sehingga terdapat Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang harus dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak. Dalam hal Barang Kena Pajak yang dialihkan berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan maka Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas pengalihan Barang Kena Pajak tersebut dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan (mengacu kepada Pasal 16D UU PPN).

5. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.

Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan karena tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 2 April 2022 inci Bab I - Ketentuan Umum

 

Tinggalkan komentar